Senin, 17 Maret 2014

Naskah Drama Putu Wijaya "HUM-PIM-PAH"






















Lakon
HUM‑PIM‑PAH
Putu  Wijaya
















TEATER MANDIRI JAKARTA
SET SATU
SEBUAH LEVEL BERGANTUNG TINGGI DI UDARA. DI MANA TERDAPAT SEBUAH TIANG LISTRIK.

SET DUA
SEBUAH LEVEL BERGANTUNG DI UDARA LEBIH RENDAH DARI SET SATU. DI SINI TERDAPAT SEBUAH KURSI DAN LUBANG DARI MANA KEMUDIAN MENJULUR SEBUAH TANGGA KAYU ATAU BAMBU YANG DAPAT DIPINDAHKAN ATAU DIANGKAT ‑ UNTUK MENGHUBUNGKAN SET INI DENGAN SET SATU SERTA JUGA SET TIGA.

SET TIGA
LANTAI PENTAS DENGAN SEBUAH DIPAN DAN BARANG‑BARANG KECIL DI LANTAI YANG DIPERLUKAN OLEH NASKAH.

                                                                


























BABAK SATU

SET SATU
HUJAN. SEORANG WANITA BERPAKAIAN SERBA HITAM MEMBAWA SEBUAH PAYUNG HITAM MENUNGGU SESEORANG.

SET DUA
KORBAN DUDUK DI KURSI. SEJUMLAH ORANG TUA BERUSAHA MEYAKINKAN SESUATU KEPADANYA. PERCAKAPAN MEREKA MAKIN LAMA MAKIN JELAS, TAPI TAK BISA DIMENGERTI.

SET TIGA
GELAP. SESEORANG  TURUN DARI SET DUA KE SET TIGA MELALUI  TANGGA  SAMBIL MENCOBA  MENERANGI  RUANGAN  DENGAN  GERETAN.  BEBERAPA  KALI  IA TERSANDUNG  DAN  MENUBRUK SESUATU. AKHIRNYA IA  MENEMUKAN  SEBUAH LAMPU TEPLOK. DINYALAKAN. IA MEMERIKSA RUANGAN KEMBALI.  TERNYATA IA  MENEMUKAN  BANYAK SEKALI LAMPU TEPLOK.  SEMUA  DINYALAKANNYA, SEHINGGA  DAERAH  ITU BERTAMBAH TERANG. PENERANGAN  DI  SET  SATU BERKURANG. ORANG INI MEMBAWA SEBUAH TEPLOK KEMBALI KEPADA  KAWAN‑KAWANNYA  DAN  MENERANGKAN  SESUATU.  MEREKA  BEREMBUG,  KEMUDIAN KEMBALI  KE  SET TIGA. TINGGAL KORBAN TETAP  DUDUK  DI  KURSINYA, PENERANGAN BERKURANG DAN IA MULAI MEROKOK TAK PUTUS‑PUTUS.

KAWAN    
Boleh kan ?

KORBAN   
Boleh saja.

KAWAN    
Kami tidak akan menyusahkan. Ya memang sedikit menyusahkan.

KORBAN   
Tak apa, aku mengerti.

KAWAN    
Itu dia.

KAWAN    
Agar jelas semuanya.

KORBAN   
Hati‑hati saja, semuanya sudah bulukan.

ORANG‑ORANG ITU MENGGERAYANGI SET TIGA SEPERTI MENCARI SESUATU.

KAWAN     (mengangkat teplok)
Kenang‑kenangan waktu kita masih getol berjuang.

KORBAN   
Ya.

KAWAN    
Aku merasa seperti dulu lagi.

KAWAN    
Memang. Tak ada yang berubah.

KORBAN   
Ia selalu di situ, menunggu dan membuat aku sering menangis.

KAWAN    
Ini semuanya memang membuat kita sedih saja.

KAWAN    
Karena ternyata sesudah ditotal jenderal, lebih banyak yang hilang dari pada yang kita dapatkan sebagai penggantinya, begitu ?

KORBAN   
Mungkin juga. Ya. Tapi juga karena ........

KAWAN    
Karena setiap masuk ke mari, orang‑orang yang kita cintai itu hidup kembali.

KAWAN    
Sebentar. Apa bapak betul‑betul sendirian di sini ?

KORBAN   
Sebetulnya tidak.

KAWAN    
Ya memang. Lihat puntung‑puntung rokok itu. Dengan siapa ?

KORBAN   
Tikus, ular, kalajengking dan mungkin juga roh‑roh orang‑orang yang tersesat.

KAWAN    
Dengan siapa ?

KORBAN   
Tidak. Sendirian.

KAWAN    
Ada kucing di sini ? Peliharalah barang dua tiga ekor.

KORBAN   
Sudah.

KAWAN    
Tapi jangan banyak merokok, bahaya.

KORBAN   
Tidak. Tapi kadang‑kadang memang tidak bisa nyetop.

KAWAN     (menunjukkan puntung yang berhasil dikumpulkannya)
Ini semua bekas‑bekas bapak ?

KORBAN    (menjawab)

KAWAN    
Dengar, seperti ada suara‑suara dari luar.

KORBAN   
Hujan lebat di luar kan !

KAWAN    
Bukan. Seperti suara orang merintih.

KORBAN   
Di seberang sana ada kali memang.

KAWAN    
O ya, kali yang dulu kan ?

KORBAN   
Ya.

KAWAN    
Di kali itu dulu kita mengubur mereka.

KORBAN   
Ya.

KAWAN    
Banyak orang bilang suara air kali itu kalau malam seperti merintih.

KORBAN   
Ya.

KAWAN    
Ya,ternyata mereka juga seperti kita meskipun musuh.

KORBAN   
Benar.

KAWAN    
Jadi bnapak sering diganggunya ?

KORBAN   
Sering.

KAWAN    
Ya memang itu resiko.

KAWAN    
Ya dari pada kita yang mati kan lebih baik mereka !

KAWAN    
Namanya saja perang. Harus ada yang mati kalau betul‑betul mau selesai. Kita kan tidak ingin sekedar mengganjal‑ganjal saja.

KAWAN    
Ini perang demi perdamaian.

KAWAN    
Apa pun namanya, kamar ini sudah penuh dengan usaha‑usaha kita yang berlumuran darah, masak mau distop begitu saja sekarang. Bisa gila dong.

KAWAN    
Diteruskan, harus dibela terus !

KAWAN    
Karena itu ! Lihat ini !

(memungut surat kabar)

Sekarang waktunya untuk bapak melakukan sesuatu untuk bapak sendiri dan untuk kita semua. Sebab, apa boleh buat, tidak bisa tidak lagi. Keadaannya gawat, mendesak dan tidak ada jalan lain lagi.

KAWAN    
Kalau toh ada buat apa, satu jalan saja kan cukup.

KORBAN   
Ya.

KAWAN    
Jadi begini. Bawa lampunya ke mari !

(semua orang memungut lampu teplok itu dan membawanya ke dekat yang hendak membaca koran)

Sebenarnya bapal sendiri sudah tahu ini, kita hanya mengulangi sedikit untuk mendapatkan gambaran keseluruhannya, sehingga persoalannya jadi jelas. Perlu sekali, perlu sekali keputusan‑keputusan yang penting, apalagi tindakan‑tindakan yang berdarah diberikan dasar yang terang bukan ?

KORBAN   
Memang.

KAWAN    
Sudah baca berita ini ?

KORBAN   
Kadang‑kadang saya suka baca di situ. Enak karena sepi. Surat‑surat kabar itu kadang‑kadang.

KAWAN    
Ya memang ! Lampunya lebih dekat lagi !

(semua orang mengacungkan lampu ke dekat korban)

Orang ini bernama ‑‑‑

(menyebutkan nama dan identitas seseo­rang yang selanjutnya kita sebut DEDENGKOT ‑ identitas yang mendetail)

Dedengkot ini adalah gembong.

(menyebutkan panjang lebar)

Ternyata memang betul dia adalah biang kerok dari

(menyebutkan sejumlah peristiwa, perbuatan yang terkutuk, terlarang dan memalukan)

KORBAN   
Sudahlah, sudah saya baca semua.

KAWAN    
Memang, tapi ini penting.

KORBAN   
Saya tahu itu.

KAWAN    
Tahu saja tidak cukup, ini harus diulangi

(menerus­kan membaca sebuah keterangan panjang lebar dan menyakitkan)

KORBAN    (menutup mata dan mengucapkan doa untuk menenangkan dirinya)
Saya sudah tua, saya ingin istirahat saja.

KAWAN    
Nanti, istirahatlah kalau sudah selesai.

(meneruskan membaca keterangan)

KORBAN   
Saya sudah ngantuk, saya capek, saya sakit.

KAWAN    
Tidak bisa.

(meneruskan)

KORBAN   
Lain kali sajalah, dari pada nanti saya ambruk.

KAWAN    
Tahan sebentar.

(membaca terus)

KAWAN    
Sebentar

(nyetop kawannya)

ambruk bagaimana ?

KORBAN   
Saya punya penyakit, saya bisa mati mendadak kalau begini.

KAWAN    
Masak ?

KORBAN   
Ya. Sejak dulu saya memang penyakitan kan ?

KAWAN    
Tapi, buktinya bapak masih segar bugar sampai sekarang.

KORBAN   
Itu di luarnya saja, tapi di dalam.

KAWAN    
Nah itu, itu yang penting, di dalamnya tidak penting kan ? Tidak kelihatan.

KORBAN   
Apa anda ingin saya mati ?

KAWAN    
Bukan begitu.

KORBAN   
Tapi dengan begini saya bisa mati.

KAWAN    
Memang bisa juga.

KORBAN   
Kalau begitu memang saudara ingin saya mati.

KAWAN    
Tidak. Sabar dulu.

KORBAN   
Jiwa saya sudah mati, saya sudah busuk apa ini tidak cukup !

KAWAN    
Tidak. Coba tenangkan dia dulu.

(seseorang naik menenangkan)

KORBAN   
Saya tenang, saya tidak perlu ditenangkan, saya tahu menjaga diri saya sampai batas‑batas yang boleh, tapi saya kan harus

(bicara terus).

Tidak mungkinkan saya begitu saja menurutkan baik itu bernama usaha‑usaha yang mulia ? Kalau itu terlalu banyak makan darah apalagi darah saya sendiri. Saya sudah tua, saya sudah loyo sekarang, barangkali dulu‑dulu ya tapi sekarang apa saya tidak boleh mempunyai kemauan sedikit yang memang saya sukai, itu kan berarti ....

KAWAN    
Ssssssstttttttt.

KORBAN   
Saya tahu saya harus ssttt, sstttt tapi sekarang kan sudah masa saya untuk pensiun, masak saya tidak bisa.

KAWAN     (menyumbat mulut korban dengan sapu tangan ‑ korban tidak melawan)
Tenang. Lebih tenang lebih baik.

KAWAN    
Tidak akan mati karena tenang.

KAWAN    
Bagus. Dia sudah tenang.

KAWAN    
Dia memang sedang sakit, ini terlalu berat.

KAWAN     (yang di atas)
Dia bertambah tenang.

KAWAN     (di bawah)
Tapi tidak mati kan ?

KAWAN     (memeriksa)
Tidak. Dia tidur sekarang.

KAWAN    
Ya. Kita sendiri harus sabar sedikit, kalau tidak dia bisa jadi korban.

KAWAN    
Tapi teruskan saja, nanti terlambat, bisa rusak semuanya.

KAWAN    
Kalau saatnya tidak tepat kita nekat‑nekatan akan jadi dagelan saja.

KAWAN    
Biarlah.

KAWAN    
Ya, betul biar ?

KAWAN    
Teruskan saja.

KAWAN     (yang di atas)
Aku bisa bicara untuk dia.

KAWAN    
Bisa ?

KAWAN     (yang di atas)
Bisa !

KAWAN    
Apa kata‑katanya yang terakhir.

KAWAN     (menirukan)
Saya sudah tua saya sudah loyo sekarang.

KAWAN    
Sebelum itu.

KAWAN     (menirukan)
Jiwa saya sudah mati, saya sudah busuk apa ini belum cukup ?

KAWAN    
Bukan, di atasnya sedikit !

KAWAN     (mengingat)
Lupa.

KAWAN     (yang di bawah membisikkan)
Kalau begitu saudara memang ingin saya mati ?

KAWAN     (yang di atas)
Kalau begitu saudara memang ingin saya mati ?

KAWAN    
Coba diulangi !

KAWAN    
Kalau begitu saudara memang ingin supaya saya mati ?

KAWAN    
Tidak.

KAWAN    
Tapi dengan cara begini saya akan mati.

KAWAN    
Apa ?

KAWAN    
Tapi dengan cara begini saya akan mati !

KAWAN    
Ya kalau pada akhirnya mati bagus juga.

KAWAN    
Apa ?

KAWAN    
Soalnya

(lalu ngomong menerangkan sesuatu dengan bahasa yang tak bisa dimengerti tapi kedengarannya penting dan meyakinkan)

KAWAN (yang di atas)
Apaaaaa ???

WANITA DI SET SATU MENGETOK‑NGETOK LEVEL BERSIMPUH MEMANGGIL KORBAN.

PACAR (suaranya lirih)
Pak, bapak, pak tua ! Pak tua ! Pak tua !

LAMPU‑LAMPU TEPLOK SEGERA DIPADAMKAN. KAWAN YANG DI ATAS CEPAT‑CEPAT TURUN BERGABUNG DENGAN TEMAN‑TEMANNYA DI SET TIGA.

PACAR      
Pak ! Pak tua ! Pak tua !

(melempar‑lempar)

Ini saya. Saya ! Ini saya !

(mengetok lebih keras)

Ini saya ! Bisa dengar tidak. Ini saya !

KORBAN    (berdiri masih dengan sapu tangan di mulutnya)

PACAR      
Ya ini saya. Kok lain sekali. Ada apa ? Kok diam saja ?

KORBAN    (melambai)

PACAR      
Ya saya !

(membuka jas hujannya)

Apa saya lain karena pakaian ini ? Ya memang saya harus berhati‑hati supaya orang tidak begitu kenal dengan saya. Tapi begini ini barangkali justru mencurigakan. Ada apa sih diam‑diam saja ? Dia datang tidak ?

KORBAN    (mengangguk)

PACAR      
Saya ketakutan. Tapi untung berhasil juga. Agak lebih lama dari rencana, karena memang sulit sekali. Banyak sekali yang saya kerjakan di luar rencana. Kalau saya tahu sebelumnya mungkin saya takut, meskipun saya pasti akan melakukannya juga, ah tapi mungkin juga tidak, belum pernah saya menghadapi kesukaran seperti ini, saya tak tahu, siapa yang menolong semua ini sampai berhasil. Saya kaget sendiri, kok saya bisa juga melakukannya. Bapak masih sakit ? O ya, dia marah tentunya. Dia marah kan ?

KORBAN    (mengangguk)

PACAR      
Ya saya tahu itu. Mungkin dia mengira saya tidak setia. Berapa kali dia datang ke mari ?

KORBAN    (mengacungkan tangan)

PACAR      
Lima ? Sepuluh ? Satu kali ? Ya dia tidak mungkin datang terlalu sering, saya sendiri menyarankan supaya satu kali saja. Tapi dia kan datang hari itu. Datang kan ?

KORBAN    (mengangguk)

PACAR      
Dia tidak meninggalkan pesan. Kapan mau datang lagi?

KORBAN    (memberi isyarat tidak)

PACAR      
Kenapa ya. Apa dia tidak percaya atau marah ? Saya bawa sedikit obat‑obatan dan kue, ada juga beberapa stel pakaian dan jaket, bapak kan perlu hangat‑hangat kalau sudah hujan‑hujan begini.

(melemparkan bungkusan)

Ini ada rokok untuk dia. Tolong simpan juga. Saya pergi sebentar. Kalau dia datang suruh tunggu saja, semuanya sudah beres, tinggal berangkat. Ya sebetulnya sedih juga, ini berarti kami akan berpisah. Tapi bapak perlu uang kan ? Usahakan supaya teman‑teman bapak itu jangan terlalu sering datang, apalagi kalau dia ada di sini. Saya curiga dengan mereka.

(melemparkan sejumlah uang)

Mulut bapak kenapa itu, kok disumbat sapu tangan ?

(mengenakan kembali jas hujan dan berdiri)

Saya capek sekali.

(ngomong tak jelas)

KORBAN    (membuka sumbat mulutnya)
Dia luka !

(lampu di set satu padam)

KAWAN    
Siapa yang luka ?

KORBAN    (terkejut lalu menyembunyikan barang‑barang pemberian)
Siapa itu ?

KAWAN     (satu teplok dinyalakan. Semua sudah pakai topeng)
Siapa yang luka ?

KORBAN    (menengok)
Oh, masih di situ rupanya, saya kira sudah pulang.

KAWAN    
Siapa yang luka ?

KORBAN   
Akh itu, kawan tadi. Bicara soal lain.

KAWAN    
Luka kena apa ?

KORBAN   
Entahlah. Mungkin sesuatu.

KAWAN    
Jadi dia sudah terluka.

KORBAN   
Siapa ?

KAWAN    
Tadi yang dibilang luka siapa ?

KORBAN    (tidak menjawab)

KAWAN    
Jawab !

KAWAN    
Kamu jangan menakut‑nakuti.

KORBAN   
Saya harus jawab apa ?

KAWAN     (bergegas naik sambil membuka topengnya ‑ kawan‑kawannya menunggu berkeliling di bawah level)
Maaf. Kami tahu bapak sakit. Kami sudah terlalu mengganggu, kami akan pulang sekarang supaya bapak bisa beristirahat. Nanti kalau sudah sehat, kami datang lagi untuk kongko‑kongko. Tapi satu pertanyaan lagi, apakah bapak benar‑benar tidak mempunyai hubungan apa‑apa dengan dia ?

KORBAN   
Dia siapa ?

KAWAN    
Dedengkot yang disebut dalam koran itu ?

KORBAN   
Tidak.

KAWAN    
Betul ?

KORBAN   
Sumpah ! Hubungan apa ?

KAWAN    
Hubungan apa saja.

KORBAN   
Apa saya mempunyai hubungan dengan dia ?

KAWAN    
Punya tidak ?

KORBAN   
Kenapa kamu kira saya punya hubungan dengan bajingan ?

KAWAN    
Kenapa tidak ?

KORBAN   
Kamu memfitnah !

KAWAN    
Bapak jangan marah. Saya bertanya ini hanya pertanyaan. Bapak tidak usah tersinggung kalau memang tidak ada hubungan apa‑apa, kecuali kalau bapak memang tersangkut.

KORBAN   
Diam ! Kamu ngomong apa ?

KAWAN    
Saya bertanya. Bapak mempunyai hubungan rahasia dengan dedengkot itu bukan !

KORBAN   
Tidak !

KAWAN    
Kalau tidak kenapa bapak marah !

KORBAN   
Aku tidak marah, aku protes !

KAWAN    
Protes karena saya beberkan hubungan bapak dengan dedengkot itu ?

KORBAN   
Fitnah !

KAWAN    
Nah itu, betul kan !

KORBAN   
Fitnah !

(mendorong KAWAN sehingga jatuh dari level ‑‑ tapi kawan‑kawannya telah siap menerima di bawah)

Fitnah ! Fitnah !

(lampu teplok dimatikan ‑‑‑ seluruh daerah gelap kecuali set dua tempat KORBAN)

Ini fitnaahhh !!

KEMUDIAN DIA BERBICARA DENGAN BAHASA YANG TIDAK BISA DIMENGERTI ARTINYA, DIA MENERANGKAN, MEMBELA DIRI DENGAN MEMBERIKAN ARGUMENTASI ‑‑‑ KEMUDIAN BALIK MENYERANG ‑‑‑ MENGAJUKAN PERTANYAAN‑PERTANYAAN ‑‑‑ DIJAWAB SENDIRI ‑‑‑ KEMUDIAN BERTANYA LAGI DENGAN PEDIH, DIA MELEMPARKAN BARANG‑BARANG PEMBERIAN DAN MENGHAMBUR‑HAMBURKAN UANG PEMBERIAN SAMBIL MENERANGKAN SIKAPNYA. PADA SAAT IA BERTAMBAH PANIK DAN INGIN MELEMPARKAN KURSI TERDENGAR SUARA JERITAN ‑‑‑ LAMPU LANGSUNG PADAM.
SEBERKAS SINAR LAMPU SENTER DATANG DARI SET SATU KE ARAH ORANG‑ORANG BERTOPENG DI SET TIGA.

PACAR      
Siapa kamu ? Siapa ?

(orang‑orang bertopeng itu ngumpul)

Kamu bukan pencuri biasa

(terus menerangi dengan senter)

kamu mencari sesuatu. Aku tahu siapa kamu. Kenapa kamu ganggu terus orang tua itu. Dia sakit. Kamu tidak punya perikemanusiaan. Bicara langsung dengan saya saja. Tanyakan pada saya apa yang ingin kamu ketahui. Apa saja, semuanya, termasuk yang bukan urusan saya, kalau yang memang kamu kehendaki sekedar jawaban. Asal kamu jangan memaksa hendak melakukan sesuatu, terus terang saja saya masih capek, tapi saya akan coba. Ayo tanya saja. Tentunya kamu ingin tahu apa yang sudah terjadi di sini, asal kamu bertanya akan saya jawab. Tentu saja saya tidak akan menerangkan sesuatu kalau kamu diam‑diam saja terus. Apa coba. Tentang saya ? Tentang dia ? Tentang yang lain ? Apa saja, asal utarakan, jangan menuduh dengan diam‑diam, bagaimana saya akan menerangkan kalau saya tidak tahu apa yang ingin kamu ketahui. Barangkali kamu sendiri sudah tahu juga. Atau ada yang memaksa kamu diam, siapa tahu kamu sendiri yang salah. Dan tidak mungkin kamu tidak tahu tentang yang begituan. Kok diam saja ? Kamu perlu apa ? Uang ? Ambil saja itu itu, kan cukup banyak.

(menerangi uang yang dihamburkan oleh KORBAN)

Kalau masih kurang ini.

(melemparkan lagi uang)

Bagaimana ? Tidak suka uang ? Ya saya tahu kamu tidak butuh uang. Bagaimana kalau kehormatan ? Tapi kehormatan saya saja. Mau ? Mau kehormatan. Sini, ke mari kalau mau. Masak saya lagi yang harus menghantarkan kehormatan saya ke situ, terlalu banyak dong. Mari. Ambil kehormatan saya, meskipun sudah tidak terlalu terhormat lagi. Lumayan kan, malam‑malam begini dari pada dingin, iseng‑iseng dari pada memfitnah orang.

KELOMPOK BERTOPENG ITU BERGERAK PERLAHAN‑LAHAN KE DEKAT SET DUA. SATU PER SATU MENYALAKAN LAMPU TEPLOK KEMBALI. DAN NAIK KE SET SATU. KORBAN TAMPAK BERBARING.

PACAR      
Jangan ganggu dia. Apa kehormatan seorang laki‑laki tua lebih enak dari kehormatan saya ?

TOPENG   
Diam kamu ! Matikan senter itu !

PACAR      
Kenapa ?

TOPENG   
Ini urusan keluarga.

PACAR      
Siapa sih kamu ?

TOPENG   
Diam ! Matikan senter itu. Banyak mulut !

TOPENG   
Kami panggil polisi kalau kamu rewel.

PACAR       (mematikan senter)
Tapi kamu siapa ?

TOPENG   
Panggil polisi kalau dia cuap‑cuap terus !

PACAR      
Jangan !

TOPENG   
Makanya diam. Ini urusan pribadi antara kami dengan dia.

(Korban didudukkan kembali di kursi)

Awasi dia!

(beberapa orang turun mencari bambu yang panjang dan berjaga‑jaga di bawah set satu)

KORBAN   
Kamu mau apa lagi ?

TOPENG   
Kami dengar bapak punya seorang putera. Di mana dia sekarang ?

KORBAN   
Sudah mati.

TOPENG   
Pasti ?

KORBAN   
Ya.

TOPENG   
Bapak melihat sendiri waktu dia mati ?

KORBAN   
Tidak.

TOPENG   
Kalau begitu tidak pasti.

KORBAN   
Pasti.

TOPENG   
Bagaimana bisa pasti ? Dari koran ? Laporan‑laporan polisi ? Atau apa ?

KORBAN   
Semuanya.

TOPENG   
Bapak lihat mayatnya ?

KORBAN   
Tidak.

TOPENG   
Kalau belum lihat, bagaimana bisa bilang pasti.

TOPENG   
Ini salahnya. Belum apa‑apa sudah pasti.

TOPENG   
Anak itu belum mati.

KORBAN   
 Apa ?

TOPENG   
Anak itu belum mati.

KORBAN   
Ada surat resmi dia sudah mati, apa itu tipuan ?

TOPENG   
Ya, kami yang mengatur supaya orang banyak menyangka dia mati. Ini baik buat bapak kan ?

KORBAN   
Ya.

TOPENG   
Dan baik untuk kami juga.

TOPENG   
Anak itu terkutuk.

KORBAN   
Saya tahu.

TOPENG   
Kalau tahu kenapa semuanya ini terjadi ?

KORBAN   
Yang mana ?

TOPENG   
Kita sudah bela nama bapak, jangan sampai ternoda gara‑gara ulah anak itu, dan memang berhasil. Semua orang menganggap dia sudah mati, tapi sekarang jadi berantakan lagi.

KORBAN   
Saya mengerti, saya sendiri ingin membunuh anak itu karena malu. Apalagi kamu, dengan segala tujuan‑tujuan kamu.

TOPENG   
Ya, memang, memang bapaklah yang tepat membunuhnya. Tidak ada lagi yang lebih tepat lagi. Kapan dia datang ?

KORBAN   
Apa ? Siapa ?

TOPENG   
Sudahlah, jangan pura‑pura. Terus terang saja, kapan dia datang ?

KORBAN   
Siapa ?

TOPENG   
Jangan pura‑pura terus ! Siapa lagi kalau bukan dia!

KORBAN   
Dia siapa ?

TOPENG   
Anak bapak.

TOPENG   
Kan dia sudah mati ?

TOPENG   
Baik. Misalkan dia sudah mati. Lalu siapa lelaki yang suka pacaran dengan wanita terkutuk itu. di bawah sana.

KORBAN   
Saya tak tahu.

TOPENG   
Bapak harus tahu ! Ini rumah bapak.

TOPENG   
Misalkan bapak tidak tahu, siapa dia, mengapa bapak biarkan tempat bersejarah ini dipakai sebagai berzinah ?

KORBAN   
Saya tidak tahu semuanya.

TOPENG   
Baik. Misalkan bapak pura‑pura tidak tahu. Mengapa bapak mesti main bohong sama kita, kita pernah berjuang bersama‑sama bahu membahu bukan ? Ingat.

KORBAN   
Ya.

TOPENG   
Lelaki yang sering ke mari itu Dedengkot !

KORBAN   
Masak ?

TOPENG   
Dan Dedengkot itu anak bapak sendiri.

KORBAN   
Saya tak percaya !

TOPENG   
Bapak harus tidak percaya, karena ini bencana, aib besar. Ini menghancurkan seluruh derajat kita semuanya menjadi nol besar. Tidak percaya, itu baik untuk sementara. Sekarang waktunya untuk terus terang. Sudah waktunya berhenti sakit.

KORBAN   
Maaf.

TOPENG   
Tidak, jangan bicara soal maaf. Kita harus menebus aib ini bersama‑sama.

TOPENG   
Kalau mereka tahu, putra bapak masih hidup, kalau putra bapak Dedengkot ini, dan kalau mereka tahu Dedengkot suka ke mari untuk berzinah dengan pelacur itu di sini, seluruh perjuangan kita yang berdarah dengan jumlah korban baik di pihak kita dan di pihak musuh yang sekian jumlahnya akan sia‑sia, segalanya akan gawat. Kacau. Bapaklah yang harus mengakhirinya sekarang dengan semacam kejantanan yang akan membalikkan segala keruntuhan ini. Ini !

(mengulur­kan pistol ‑ Korban terkulai)

TOPENG   
Stop dulu. Dia pingsan.

TOPENG   
Pingsan atau pura‑pura pingsan ini harus diucapkan ; bahwa tidak ada orang lain bisa memperbaiki semuanya ini, kecuali bapak !

(menaruh pistol di tangan Korban)

Mari untuk sementara cukup.

(turun)

TOPENG    (meletakkan lampu teplok)
Paling sedikit kita sudah berusaha. (turun)

 TOPENG   (meletakkan teplok)
Kita sudah berjuang bersama‑sama, saya menyaksikan dengan mata kepala sendiri bahwa bapaklah yang selalu memimpin kami, dan dengan sedih sebetulnya kami akui sekarang bahwa pengorbanan bapak tidak boleh berakhir, mungkin untuk selama‑lamanya.

(turun)

TOPENG    (meletakkan teplok, lalu mencium tangan korban)
Maaf.

(turun)

TOPENG   
Kalau mereka akhirnya tahu bapak telah menyembunyi‑kan Dedengkot di sini, ini aib besar, kita semua akan kehilangan muka lalu lumpuh, dan generasi kita menjadi generasi tak bermalu yang akan diceritakan dalam pelajaran anak‑anak sekolah sebagai contoh‑contoh yang rusak. Hina. Tapi kalau bapak

(menggerakkan tangannya)

dor‑dor‑dor, apalagi sesudah itu

(menempelkan telunjuk di dahinya sendiri)

dor‑dor‑dor semuanya akan beres. Siip kembali seperti sediakala sempurna dan santai. Sebagai bapak......

(didorong oleh kawannya supaya turun)

TOPENG    (sesudah mendorong kawannya ‑‑ semua orang lain sudah turun ‑‑ membuka topeng dan memasangnya pada muka korban, lalu berdoa)
Selamat berjuang bapak !

(ia menjadi kawan lagi)

Sadarlah !

PACAR      
Pak. Pak tua ! Pak tua ! He Pak tua !

KAWAN     (bergegas mematikan lampu, tapi tak semuanya mati ‑‑ lalu turun)

PACAR      
Pak tua ! Ini saya. Hujan lebat sekali. Cepat buka. Ada yang membuntuti saya. Cepat !

ORANG‑ORANG YANG MEMEGANG BAMBU MULAI MENGGODA PACAR DENGAN BAMBUNYA. SEMENTARA YANG LAIN MENCARI BAMBU DAN MENARUH TOPENGNYA DI UJUNG ATAS BAMBU LALU BERUSAHA MEMAINKANNYA DI SET TIGA DI BAWAH SET SATU. LAMPU LISTRIK SET SATU MENYALA.

PACAR      
Aduh, sekarang bisa ketahuan ini. Cepet dikit buka pintu. Pak tua !

(bambu‑bambu semakin rapat mengepung)

Ya Tuhan orang‑orang ini mau apa. Mau apa kamu ?

(melawan dengan payungnya terhadap ancaman bambu itu)

Kan lebih baik terus terang !

KORBAN    (tanpa merubah posisi)
Mereka tidak akan mau terus terang. Kita yang harus mengerti.

PACAR      
Ya, tapi mereka mau apa ?

KORBAN   
Semuanya.

PACAR      
Semuanya itu apa ? Termasuk juga kekurangan saya ? Kalau begitu boleh dong. Boleh juga dong saya minta kepada mereka sebagai gantinya.

KORBAN   
Kamu mau minta apa ?

PACAR      
Kalau mereka mau semuanya, saya juga mau semuanya. Aku tawarkan kehormatan, mereka ogah, apa yang lebih dari kehormatan ?

KORBAN   
Tidak banyak yang mereka minta, tapi mereka minta justru yang tak bisa aku berikan. Nyawaku.

PACAR      
Berikan saja !

KORBAN   
Aku sudah tua. Kau masih muda kau saja yang memberi‑kan.

PACAR      
Tidak bisa.

KORBAN   
Kalau begitu memang harus kuberi.

PACAR      
Lebih baik dari pada kita mati tanpa sebab.

KORBAN   
Tapi aku mau mengaso, masak aku dapat giliran terus sampai tua.

PACAR      
Saya tidak tahu, itu urusan bapak. Dia belum datang lagi ?

KORBAN   
Siapa ?

PACAR      
Siapa lagi.

KORBAN   
Belum.

PACAR      
Tak mungkin dia pergi tanpa ada surat‑surat dari saya. Ah. Saya merasa sunyi sekali, tapi senang. Saya kira saya sedang melakukan sesuatu yang gila, anehnya saya merasa puas juga, habis baru sekarang ini rasanya saya mantap sedikit. Dahulu, ya boleh juga tetapi kurang berarti. Sedihnya karena tidak ada waktu untuk menikmati karena kalau dia datang, dia harus segera angkat kaki. Saya sudah dapat mobil, sopirnya tukang ngebut, bajingan juga dia mintanya tinggi sekali. Sudah diberikan banyak, masih minta‑minta lagi. Ya, terpaksa akhirnya saya berikan juga, rupanya uang saya tidak cukup. Semua orang senang dapat kehormatan saya, kecuali orang‑orang tua ini.

(topeng‑topeng itu mengganggu lagi)

Hee ini apa lagi. Saya capek. Sopir itu terlalu kasar, keringatnya bau, mulutnya juga busuk, tapi nafsunya seperti badak. Aku yakin dia sakit, aku harus ke dokter sekarang sebelum ketularan, dari pada mati dengan kehormatan rombengan.

(bambu‑bambu itu menyerang dan memukul‑mukul ‑‑ payungnya terpental)

Jangan ! Jangan ! Saya perempuan, kamu tidak lihat saya perempuan !

(salah seorang berusaha naik melalui bambu)

Tolong ! Tolong ! Toolloonggggg !!!!

TERDENGAR SUARA SEMPRITAN. MEREKA YANG MENGGANGGU PACAR MENINGGALKAN BAMBU ITU, LALU NAIK KEMBALI KE SET DUA. MEREKA MEMATIKAN SEMUA LAMPU TEPLOK ‑‑ SET INI JADI GELAP. BEBERAPA ORANG PETUGAS MASUK MEMBAWA LAMPU SENTER, MEREKA MEMERIKSA RUANGAN DENGAN HATI‑HATI. MEREKA TIDAK BICARA TAPI KELIHATANNYA MENGANCAM. MEREKA BICARA SESAMANYA DENGAN BAHASA YANG TIDAK BISA DIMENGERTI.

PETUGAS  (menerangkan lalu bertanya)

PETUGAS  (menjawab dan bertanya)

PETUGAS  (menerangkan dan memberi perintah)

PETUGAS  (menyatakan kesangsian dan menerangkan sesuatu)

PETUGAS  (memotong dan memberi contoh)

PETUGAS  (membenarkan dan menunjukkan tempat‑tempat sambil menerangkan dengan herannya)

PETUGAS  (menanyakan sesuatu)

PETUGAS  (bertanya juga)

PETUGAS  (ikut bertanya)

PETUGAS  (sangsi lalu bertanya)

PETUGAS  (menerangkan ketidaktahuannya dan mulai lagi bertanya)

PETUGAS  (menyabarkan kemudian ikut bertanya)

PETUGAS  (memberikan pertimbangan dan mengajak bersuara lebih rendah)

PETUGAS  (membenarkan dengan suara lebih rendah)

PETUGAS  (menambah‑nambahkan dengan suara lebih rendah)

PETUGAS  (bertanya dengan suara sangat rendah)

PETUGAS  (membisikkan sesuatu)

PETUGAS  (membantah dengan menunjukkan beberapa hal)

PETUGAS  (mengumpulkan semua, lalu menerangkan, memberi perintah‑perintah dengan suara rendah)

TIBA‑TIBA LAMPU DI SET SATU PADAM. SEMPRITAN SEGERA BERBUNYI. MEREKA BERLARIAN DENGAN RIBUTNYA. DENGAN LAMPU SENTER MEREKA SAMBIL NYEMPRIT‑NYEMPRIT TERUS. TERJADI KEONARAN. KORBAN DI SET DUA MENYALAKAN SEBUAH LAMPU TEPLOK LALU MELONGOK KE BAWAH.

KORBAN   
Ada apa sih ? Ada apa sih pak malam‑malam begini ribut ?

PETUGAS 
Oh, bapak, selamat malam. Selamat malam pak !

KORBAN   
Ada apa sih ? Sudah beberapa malam ini ribut terus ?

PETUGAS 
Maaf pak, ini ada sedikit kerusuhan, terpaksa dilakukan tekanan‑tekanan, sebab kalau tidak bisa menjalar.

KORBAN   
Saya tidak bisa tidur kalau begini terus‑terusan.

PETUGAS 
Ya maaf saja, kita hanya menjalankan kewajiban, kita juga tahu bapak lagi sakit, mungkin ribut‑ribut ini bisa bikin bapak tambah sekarat. Jangan‑jangan bisa mati. Ya, kalau bisa bapak jangan mati dulu, bapak belum begitu gaek, kami kira banyak orang akan kehilangan kalau bapak sampai lenyap sekarang hanya karena sakit bengek soalnya bapak sudah begitu tersohor dulu, selama berjuang sampai anak‑anak sekarang ikut memuja‑muja bapak, termasuk anak saya sendiri. Tak apa kan ?

KORBAN   
Tak apa. Tapi sebetulnya ini ada apa ?

PETUGAS 
Ini sebetulnya rahasia, tapi dari pada bapak mati, lebih baik kita terus terang. Pernah dengar nama Dedengkot ? Anjing‑anjing kami sudah lama menguntit tapaknya, sekarang kami mencium ia berada di sekitar sini, kemi jadi geregetan, kenapa justru di daerah sekitar bapak ini ‑‑ itu kan lebih menunjukkan kebajingannya. Ia tahu sekali apa yang harus ia lakukan, dia bukan orang bodoh, sama seperti kita juga. Makin cepat kita bekuk, makin lumayan artinya, kita sudah lama juga tidak sempat memicingkan mata, anak‑anak saya jadi liar karena butuh istirahat.

(suara sempritan bertambah hebat)

Apalagi ada orang lain ikut andil dalam soal‑soal ini. Begitulah soalnya, jadi kompleks sekali, kami minta maaf, justru untuk mengamankan daerah bapak, supaya bapak dapat dengan tenang tidur untuk seterusnya, kami terpaksa gebrak hebat‑hebatan malam ini. Mudah‑mudahan malam ini malam terakhir, buntutnya sudah kami pegang, tapi kami lepas lagi supaya yang kena kepalanya. Bapak bisa membantu sedikit, bisa kan, apakah bapak pernah melihat seorang wanita yang sering keluar masuk daerah ini, dengan gaya yang mencurigakan ? Wanita itu sering masuk ke mari dan hilang begitu saja seperti siluman. Kalau bapak bisa memberi penjelasan sedikit, sebab dia sering hilang begitu saja dekat‑dekat sungai.

(tiba‑tiba teplok di tangan di tiup mati oleh seorang kawan)

Oh !

(petugas ini memaki‑maki)

PETUGAS 
Kenapa ?

PETUGAS  (masih memaki)

PETUGAS  (menyabarkan dan menghibur lalu memberi perintah‑perintah)

TIBA‑TIBA TERDENGAR SUARA TEMBAKAN. SEMUA PETUGAS LARI. SEPI BEBERAPA LAMA. KEMUDIAN LAMPU SET SATU MENYALA LAGI. DI KEJAUHAN TERDENGAR SUARA TEMBAKAN‑TEMBAKAN LAGI.

PACAR      
Aku tak punya apa‑apa lagi selain dia. Kalau kau ambil aku akan sendirian lagi, seperti waktu‑waktu yang lalu. Apa yang sedang kau rencanakan sebenarnya, kau unjuk aku sedikit ekornya supaya aku jangan marah‑marah terus. Tak sedap begini terus, jadi wanita yang gentayangan seperti tikus, tanpa kehormatan, tanpa kepala, aku sudah terlalu banyak menebus hutang‑hutang orang lain sementara tak seorangpun yang berniat memikirkan ongkos‑ongkos sakit kotor yang mereka tancap ke tubuhku. Aku rahim mereka bersama, aku tak menyesal, aku hanya menuntut jangan kau rampas demenanku.

(berdoa)

Tuhan......!

KAWAN‑2  (di set dua serentak)
Tuhan !

PACAR      
Jangan kau rampas Dedengkotku !

KAWAN‑2 
Jangan kau rampas Dedengkotku !

PACAR      
Berikan dia kesempatan sekali lagi !

KAWAN‑2 
Berikan dia kesempatan sekali lagi !

PACAR      
Sekali saja, sekali ini, berikan dia kesempatan untuk yang penghabisan.

KAWAN‑2  (mengulang)

PACAR      
Demi cintaku kepadanya.

(tidak diulang oleh kawan‑kawan)

Demi pengorbananku yang gila yang tidak bisa dinilai dengan uang atau kehormatan yang lain.

(tidak diulang kawan‑kawan)

Tuhan !

KAWAN‑2 
Tuhan !

PACAR      
Selamatkan dia kali ini !

KAWAN‑2 
Selamatkan dia kali ini !

PACAR      
Karena dia harus hidup, karena dia tidak boleh mati di tanganku, karena esok dia harus pergi ke tempat yang lain di mana Kau bisa berdiri dengan tanganMu yang putih untuk memberikan setiap orang ampunan, kesempatan, kemerdekaan dan juga penderitaan yang lain. Karena di sini.........

KAWAN‑2 
Karena dia harus hidup, karena dia tidak boleh mati di tangan mereka, karena bapaknya akan menghunus senjata, menembak pelipis anak yang kotor itu, karena seorang tua yang suci tak boleh hilang dari muka bumi oleh dosa anaknya sendiri, karena kami akan kehilangan kehormatan yang telah ditegakkan dengan darah dalam perang yang lalu, jadi, jadi, jadi, biarkan saja seorang pelacur menangis, seorang lelaki yang kotor keok di tangan bapaknya yang terus menghunus senjata, menembak pelipisnya sendiri. Biarkan, biarkan, biarkan...........

PACAR       (berteriak histeris)
Jangan ikut campur !!!

KAWAN‑2  (terus berdoa bertambah mantap dengan suara serentak dalam bahasa yang tak bisa dimengerti)

PACAR       (memaki‑maki orang itu)

SET SATU TIBA‑TIBA TURUN. PACAR PANIK DAN BERPEGANG DI TIANG LISTRIK SAMPAI LEVEL SET ITU MERAPAT KE SET TIGA. TAPI TIDAK BERSENTUHAN. KEMUDIAN TERDENGAR SUARA SEMPRITAN LAGI. PARA PETUGAS MASUK. SUARA KAWAN‑KAWAN BERDOA SEGERA BERHENTI. PARA PETUGAS BERKELILING DI SET TIGA TAPI TAK ADA YANG BERNIAT MENOLONG. PACAR CEMAS.

PETUGAS 
Anda tidak apa‑apa ?

PACAR      
Tidak.

PETUGAS 
Jangan lari.

PACAR      
Saya takut.

PETUGAS 
Tidak ada apa‑apa.

PACAR      
Tembakan tadi ?

PETUGAS 
Meleset.

PACAR      
Oh !

(memeluk tiang listrik)

PARA PETUGAS ITU MEMERIKSA LAGI SET TIGA KEMUDIAN PERGI. SATU ORANG MENDEKAT KE SET DUA.

PETUGAS  (batuk‑batuk)
Sudah tidur pak ?

KORBAN   
Sudah.

PETUGAS 
Teruskan saja. Malam ini cukup, kami tidak mengganggu lagi. Tidur yang santai saja.

KORBAN   
Ya memang.

PETUGAS 
Maaf, tembakan‑tembakan tadi agak bising kan ?

KORBAN   
Tapi kan meleset !

PETUGAS 
Tidak 100 persen. Darah berceceran sepanjang jalan.

KORBAN   
Jadi kena ?

PETUGAS 
Jalan berdarah puluhan meter. Paling tidak satu liter darahnya yang tumpah. Tapi tiba‑tiba lenyap di pinggir sungai seperti sulapan. Selalu begitu. Tapi sekarang soalnya lain, dia tidak akan sanggup bersembunyi lama‑lama dengan darah sedikit, dia akan mati di selokan seperti sampah, lalu kedoknya akan terbuka.

(pacar menangis)

Dia akan mati seperti anjing atau kucing, busuk digerayangi ulat, lalu perlahan‑lahan masuk ke dalam tanah. Segala ugalan‑ugalannya yang paling terkutuk tidak ada gunanya lagi, lalu saya bisa istirahat sedikit. Saya juga manusia biasa.

(menguap)

Kok tidak ada jawaban. Sudah tidur lagi pak ? Pemalas, makin tua orang sama dengan orang lain.

(pacar menangis)

Diam kamu !

(melihat pada pacar)

Lihat ini !

(menunjukkan senjatanya)

Cinta, kebaikan, kesedihan, kehormatan dan lain sebagainya tidak cukup kalau datang dari seorang pelacur.

(dia menembak lampu listrik ‑‑ padam ‑‑ pacar terus menangis)

Diamlah jangan berisik, bapak mau tidur.

(pacar melirihkan tengisnya)

Boleh saja menangis, tapi jangan mengganggu orang tidur, kalau tidak ada ketertiban sedikit bagaimana bisa tenang.

(lampu‑lampu teplok di set dua dinyalakan)

Lihat. Bapak akan marah‑marah, rasain sendiri.

(dia meniup sempritan ‑‑ dari jauh terdengar sahut sempritan yang lain)

ORANG‑ORANG DI SET DUA BERSAMA‑SAMA MENGGUMAMKKAN MANTERA. MEREKA MENARIK SEBUAH TALI YANG MENJULUR DARI ATAS LALU MENGIKATKANNYA DI LEHER KORBAN. LALU MEREKA MEMBAKAR DUPA PULA SEHINGGA BAUNYA MENYEBAR.

PETUGAS 
Wah apa‑apaan ini ? Berat.

(diam‑diam menghindar)

ORANG‑ORANG ITU MENYERAHKAN TEPLOK KE TANGAN KORBAN ‑‑ SEMUA TEPLOK. MEREKA TERUS MENGGUMAMKAN MANTERA. KORBAN PERLAHAN‑LAHAN TURUN TANGGA DENGAN TALI YANG TERIKAT DI LEHERNYA MENUJU KE SET SATU DENGAN LAMPU‑LAMPU TEPLOK ITU. SETELAH SAMPAI DI BAWAH, TANGGA DITARIK NAIK. LAMPU DILETAKKAN OLEH KORBAN DI BERBAGAI TEMPAT SEBAGAIMANA AWALNYA. IA PERGI KE DEKAT PACAR. WANITA INI SUDAH TERJEREMBAB DI KAKI TIANG LISTRIK. KORBAN MENYENTUHNYA. KEMUDIAN MENGANGKATNYA, MEMBOPONGNYA KE DEKAT TEMPAT TIDUR. MELETAKKAN DI ATAS TEMPAT TIDUR. ORANG‑ORANG DI SET DUA MENYANYI. KORBAN TERTEGUN MENDENGARKAN LAGU ITU. TAK BERAPA LAMA KEMUDIAN IA MENIUP MATI LAMPU‑LAMPU TEPLOK. GELAP TINGGAL NYALA HIO BAGAIKAN NYALA KUNANG‑KUNANG BERGERAK‑GERAK BERPUTAR‑PUTAR SEPERTI GARIS, MEMBENTUK LINGKARAN DAN SEBAGAINYA DI TANGAN ORANG‑ORANG YANG ADA DI SET DUA. SEMENTARA ITU TERDENGAR PULA SUARA‑SUARA ANEH DARI ARAH SUNGAI. KORBAN TERCENUNG DI SAMPING PACAR.





BABAK DUA

GELAP. DEDENGKOT MENYALAKAN GERETAN DI SET SATU. LEVEL ITU PERLAHAN‑LAHAN TERANGKAT LAGI KE ATAS SAMPAI KETINGGIAN SEMULA. DEDENGKOT BERUSAHA BERPEGANG PADA TIANG LISTRIK DAN BEBERAPA KALI MENYALAKAN GERETANNYA YANG PADAM. TATKALA LEVEL BERHENTI, LAMPU‑LAMPU DI TIANG LISTRIK MENYALA. DEDENGKOT CEPAT MENYEMBUNYIKAN DIRI. DI SET DUA TAMPAK GELAP ‑‑ SEMUA ORANG MASIH DI SANA ‑‑ MEREKA TIDUR BERGELETAKAN TAK BERATURAN. SET TIGA MASIH GELAP. TERDENGAR PERCAKAPAN.

PACAR      
Belum datang dia ?

KORBAN   
Siapa ?

PACAR      
Siapa lagi.

KORBAN   
Belum.

PACAR      
Pukul berapa sekarang ?

KORBAN   
Entah.

PACAR      
Hujan lagi.

KORBAN   
Ya.

PACAR      
Saya takut kalau terjadi apa‑apa.

KORBAN   
Ya.

PACAR      
Sudah berapa kali saya mendoa, rasanya belum tenang‑tenang juga. Tapi bapak tidak perlu obat‑obatan lagi ?

KORBAN   
Tidak.

PACAR      
Perlu uang ?

KORBAN   
Tak usah.

PACAR      
Kalau perlu bilang saja.

KORBAN   
Saya tidak membutuhkan apa‑apa lagi sekarang.

PACAR      
Nyalakan lampu sedikit, tolong, pengap rasanya kalau terus gelap begini.

LAMPU MENYALA. PACAR BERBARING DI TEMPAT TIDUR.

PACAR      
Untuk apa lampu‑lampu teplok itu ?

KORBAN   
Jumlahnya sama dengan orang yang terbunuh di sini, tempatnya juga sesuai dengan di mana mereka disembelih dulu.

PACAR      
Untuk apa ?

KORBAN   
Tidak. Iseng‑iseng saja.

PACAR      
Lihat.

(menunjukkan map)

Semuanya sudah beres sekarang. Tak ada kesulitan lagi, asal saja dia datang.

(dandan)

Saya yakin dia sebentar lagi muncul, kan begitu selamanya.

(menyisir rambut)

Saya heran pada diri saya sendiri, bapak tidak ? Coba pikirkan bagaimana seorang wanita bercinta‑cintaan. Ia menyakiti dirinya sendiri, ia mempertaruhkan kehormatannya, ia menyerahkan semuanya. Gila. Apa wanita‑wanita pada jaman bapak juga seperti saya ? Ya, tentu saja ya. Kami tidak pernah berubah, kami selalu mencintai dengan gila.

(mengeluarkan sebuah botol kecil lalu meneguknya beberapa kali)

Dingin sekali.

(merokok dan duduk seenaknya)

Kadang‑kadang saya merasa cukup berarti

(berpikir)

sebentar ya, ya, sekarang ini. Aneh sekarang ini, detikk ini, dengan segalanya ini, ini semua, begini, saya merasa sedikit berarti. Sedikit, sedikit saja.

KORBAN   
Norma. Norma !

PACAR      
Ya.

KORBAN   
Betul anda cinta kepadanya ?

PACAR      
Tidak. Ya.

KORBAN   
Cinta betul‑betul !

PACAR      
Tidak. Aku tidak bisa cinta kepada siapapun.

SALAH SEORANG DI SET DUA BANGUN MENJULURKAN KEPALANYA DARI LUBANG LEVEL.

KAWAN    
Jangan banyak omong !

(ia menggerakkan tali ‑‑‑ Korban segera bergerak menyalakan lampu‑lampu teplok)

Kenapa anda menolong.

PACAR      
Kamu siapa ?

KAWAN    
Orangnya tak penting, tapi pertanyaannya harus dijawab.

PACAR      
Boleh asal jawabannya nanti jangan diloak.

KAWAN    
Kenapa anda menolong dia ?

PACAR      
Keras sedikit.

KAWAN    
Kenapa kamu menolong dia ?

PACAR       (tertawa)
Tidak capek menggantung begitu seperti kalong ?

(tiba‑tiba mengambil bantal dan melempar ‑‑ Kawan itu segera menarik kepalanya)

Ini tidak adil !

KORBAN   
Jangan keras‑keras ada tamu di atas.

PACAR      
Siapa ?

KORBAN   
Anda belum menjawab. Kenapa anda menolongnya ?

PACAR      
Menolong siapa ? Iseng. Karena iseng saja. Karena iseng, kamu dengar ?

KAWAN     (menjulurkan kepalanya lagi)
Ya, tapi mustahil. Kamu tidak akan mengorbankan begitu banyak hanya karena iseng.

PACAR      
Kenapa tidak ?

KAWAN    
Kekayaan kamu, nama baik kamu, kehormatan kamu, masa muda kamu.

PACAR      
Apa itu cukup banyak ?

KAWAN    
Tentu saja. Kamu terlalu muda untuk menginsyafi semua itu.

PACAR      
Masak ?

KAWAN    
Kamu terlalu banyak keliru, mendengarpun kamu tidak mampu lagi.

PACAR      
Ya ? Lalu buat apa kamu bicara.

KAWAN    
Memang tidak ada gunanya. Kami juga keliru.

PACAR      
Keliru bagaimana ?

KAWAN    
Kamu yakin, kamu menyembunyikan Dedengkot di rumah ini ?

PACAR      
Ya tentu.

KAWAN    
Di mana dia sekarang ?

DEDENGKOT ‑‑ DARI SET SATU ‑‑ MENGETOK‑NGETOK.

KAWAN     (menarik kepalanya lalau berdiri)
Astaga itu dia !

(lirih kepada kawannya)

Itu dia.

(lampu listrik set satu padam)

Subhanallah !

(menutup muka)

Kenapa aku sendiri yang dikuntitnya, yang lain enak‑enak tidur.

(berdoa lalu membaringkan tubuhnya kembali)

KORBAN   
Anda telah berhubungan dengan seorang lelaki disini.

PACAR      
Ya.

KORBAN   
Di gudang saya ini.

PACAR       (heran)
Benar.

KORBAN   
Tanpa ada kepastian anda telah menikah dengan dia atau tidak.

PACAR      
Lhoo ! Itu urusanku.

KORBAN   
Mulanya saya kira ini percintaan yang suci. Saya bersedia membantu percintaan anda kalau anda sendiri berterus terang saja siapa sebenarnya dia.

PACAR      
Cukup ! Saya tidak suka orang memberi komentar apa yang saya lakukan.

KORBAN   
Tahu anda, siapa dia ?

PACAR      
Sudahlah, lebih baik pergi ke atas. Kita akan bertengkar kalau meneruskan ini.

KORBAN   
Demi kepentingan anda sendiri.

PACAR      
Saya tidak mau ribut‑ribut lagi !

KORBAN   
Demi keselamatan anda sendiri !

PACAR      
Terima kasih banyak. Pergilah.

KORBAN   
Coba dengar sebentar.

PACAR      
Sudah, sudah, pergilah !

KORBAN   
Pergi ? Ini rumah saya.

PACAR      
Astaga !

(menatap tajam)

KORBAN   
Saya ingin menolong anda.

PACAR      
Menolong dengan tali di leher macam ini. Jangan takabur. Ini apa‑apaan. Buat apa tali itu. Kalau bapak mau bicara dengan jujur, buka tali itu dulu.

(Korban membuka tali)

Topeng itu juga !

(Korban membuka topeng)

Sekarang boleh bicara.

KORBAN   
Saya hanya ingin menolong anda.

PACAR      
Dengan lebih dahulu menyakitkan hati saya ?!

KORBAN   
Bukan begitu.

PACAR      
Tidak. Pergilah.

KORBAN   
Saya sudah berhutang budi kepada anda. Tapi itu tidak cukup untuk membikin saya menutup mata terhadap kejadian yang makin aneh ini.

PACAR      
Apa ? Berhutang budi ? Jadi bapak menolong saya karena merasa berhutang budi ?

KORBAN   
Ya. Kan anda telah menanggung perawatan saya begitu banyak. Anda telah menolong saya dengan sedemikian rupa sehingga saya merasa tidak cukup membalasnya dengan mengucapkan terima kasih saja setiap kali. Tetapi kejam sekali kalau itu dipakai alasan untuk memeras saya.

PACAR      
Memeras apa ?

KORBAN   
Ya memeras balas budi.

PACAR      
Astaga ! Saya menolong bapak karena saya menghormati perbuatan‑perbuatan bapak pada masa perang yang lalu. Pengorbanan dan kejujuran bapak dan perbuatan‑perbuatan bapak yang tepat dan terpuji menarik simpati saya. Saya dituduh memeras ?

KORBAN   
Anda tahu, siapa dia sebenarnya ?

PACAR      
Bukan itu soalnya. Saya sudah memeras apa ?

KORBAN   
Anda meminjam gudang ini untuk pertemuan‑pertemuan rahasia.

PACAR      
O, jadi bapak tidak rela ?

KORBAN   
Bukan begitu.

PACAR      
Aneh, saya tidak pernah memaksa.

KORBAN   
Anda terlalu muda. Anda tidak tahu apa artinya hutang budi bagi seorang tua. Kewajiban moril jauh lebih memaksa dari senjata. Saya pernah tidak takut menghadapi musuh dengan senjata‑senjata mereka dalam perang, tapi tidak mungkin saya menang terhadap ini.

(menunjuk dadanya)

Ini.

(memperlihatkan tangannya)

Ini

(menunjukkan topeng)

saya tidak peduli apa ini

(menginjaknya)

dan ini

(mengambil tali)

ini tidak berarti apa‑apa bagi saya. Jangan salah sangka.

(melempar tali itu ke set dua)

Mereka barangkali menyangka saya ngomong sekarang karena tertekan oleh dorongan mereka, tidak, saya tidak sehina itu. Saya lakukan semuanya karena ini.

(menepuk dada)

PACAR      
Saya tidak mau tahu. Itu urusan bapak, mengapa saya mesti ikut merasakan detak jantung bapak. Saya juga punya jantung yang semacam itu, berderak‑derak. Saya bersumpah saya tidak pernah punya niat untuk memeras bapak meminjamkan ruangan ini.

KORBAN   
Baik. Baik. Anda tidak memeras memang. Jadi saya yang salah sudah.

PACAR      
Tidak, bapak tidak salah. Sama sekali tidak.

KORBAN   
Saya yang salah !

PACAR      
Tidak !

KORBAN   
Saya yang salah !

PACAR      
Tidak ada yang salah !

KORBAN   
Habis siapa yang salah ?

PACAR      
Buat apa cari yang salah. Pokoknya bapak tidak salah, saya juga tidak salah !

KORBAN   
Kalau begitu mereka yang salah.

PACAR      
Mereka ini siapa ?

KORBAN   
Saya jadi bingung.

PACAR      
Karena itu jangan menuduh siapa yang salah. Mau merokok ?

KORBAN    (pergi ke bawah set dua)
Kamu semua cuma tidur ! Kalau aku harus menjawab kamu semuanya cuma tidur. Tidur, tidur terus. Tadi kamu yang paling banyak bicara.

(berbicara terus dengan bahasa yang berapi‑api sambil memukul‑mukulkan tali ke level)

ORANG‑ORANG YANG TIDUR ITU JADI PANIK. MEREKA BERGUMUL SESAMANYA SAMPAI SALAH SEORANG KEMUDIAN SADAR DAN MULAI MENENANGKAN. KAWAN       

Stop, stop, stop ! Jangan panik, tenang !

MEREKA TENANG.

KORBAN    (berhenti memukulkan tali tapi masih ngomong)
Kalau aku masih muda aku hancurkan semua ini. Mengapa ini datang waktu aku sudah tua ?

(bertanya, bertanya, bertanya terus)

KELOMPOK ORANG DI SET DUA MULAI LAGI MENGGUMAMKAN MANTERA, MEREKA MEMBENTANGKAN KAIN PUTIH MENANGKUP KORBAN. SUARA KORBAN JADI LIRIH LALU LENYAP. KORBAN JATUH. TANGGA DIPASANG, SEMUA ORANG TURUN DENGAN CEPAT. MEREKA MENGAMBIL TOPENG‑TOPENG MEMASANGNYA LALU MENDEKATI TEPLOK DAN DUDUK MEMEGANG TEPLOK. PACAR BERDIRI DI ATAS TEMPAT TIDUR MEMANDANGI MEREKA SEMUA DENGAN ACUH TAK ACUH.

TOPENG   
Sekarang jawab pertanyaan kami. Kamu tahu siapa lelaki pacar gelap kamu itu ?

PACAR      
Bukan itu soalnya. Kenapa pertanyaan ini baru datang sekarang, bukan sejak dulu ?

TOPENG   
Sekarang saatnya yang tepat.

PACAR      
Bohong ! Saya dapat membaca muka kamu ! Mengapa ?

TOPENG   
Kami yang bertanya sekarang ! Kamu cuma punya giliran menjawab untuk sementara. Jadi siapa pacar gelap kamu itu. Kamu tahu tidak ?

PACAR      
Kalau ruangan ini dipinjamkan karena didorong oleh rasa berhutang budi, itu kesalahan besar. Aku tidak menghargai balas budi. Kalau dulu saya tahu, saya akan menolak. Banyak perempuan senang dikasihani, tapi saya tidak !

TOPENG   
Meminjamkan ruangan yang bersejarah ini untuk tempat zinah seorang pelacur memang salah besar !

PACAR      
Coba ulangi.

TOPENG   
Meminjamkan ruangan ini tanpa tahu digunakan untuk apa memang keteledoran besar. Tapi dia orang tua !

PACAR      
Tidak ! Jangan mundur. Kamu menyalahkan saya. Kamu menamakan saya pelacur, kamu mengutuk saya. Kamu mau mengganyang saya !

TOPENG   
Bukan ! Kami mau menolong.

PACAR       (meludah)
Jangan membuat saya muntah. Apa kamu sudah terlalu rongsokan untuk diajak bicara secara jujur ? Padahal kamu semua orang‑orang yang terhormat, lebih terhormat dari saya yang tidak mempunyai kehormatan lagi. Perbuatan apa yang cukup besar yang bisa disebut sebagai pertolongan ? Tidak ada. Karena itu hasrat menolong dan hasrat membalas budi adalah nol besar, tidak lebih dari kepentingan pribadi juga akhirnya.

TOPENG   
Tidak ada gunanya mulut dalam peperangan. Pertanyaan yang pertama saja belum dijawab. Kamu tahu siapa dia atau tidak ? Jawab saja singkat.

PACAR      
Pertanyaan itu menjelaskan sendiri kamu sudah tahu apa jawabanku. Ya !

TOPENG   
Dan kamu sadar apa yang kamu lakukan ?

PACAR      
Ya.

TOPENG   
Kenapa kamu lakukan ?

PACAR      
Kalau saya terangkan, kamu tidak akan mengerti.

TOPENG   
Kamu tidak percaya, cinta cukup besar untuk memaafkan segala kebiadaban bajingan itu.

(melambaikan koran)

Sudah baca ini ?

PACAR      
Sudah.

TOPENG   
Kamu tahu Dedengkot ini, pacar gelap kamu itu ?

PACAR      
Ya, tahu.

(heran)

TOPENG   
Demi Tuhan, bagaimana bisa terjadi ?

PACAR       (menyalakan rokok yang lain setelah membuang yang sebelumnya)
Bapak sudah terlalu tua untuk bisa mengerti ini.

TOPENG   
Muka kami memang bulukan, tapi pikiran kami masih cukup tajam untuk menelan sesuatu yang adil dan benar. Anda dengan santai sudah menyembunyikan orang biadab yang jadi buronan para petugas. Tindakan ini melawan hukum dan sekaligus terkutuk.

PACAR      
Saya mengerti ‑‑

TOPENG   
Kalau anda membantu kebiadaban, anda berarti ikut bertanggung jawab atas segala kebiadabannya.

PACAR      
Siapa yang mengatakan begitu ?

TOPENG   
Astagafirullah, batin anda sendiri seharusnya !

TOPENG   
Kalau masih punya batin.

PACAR      
Batin saya tidak mengenal logika begitu.

TOPENG   
Inilah, padahal anda seorang yang pintar, mengapa sampai tidak kenal ?

PACAR      
Saya tidak mengerti, ini pengadilan atau apa ?

TOPENG   
Makin anda pintar harusnya makin besar kesadaran anda untuk bertanggung jawab. Seharusnya anda lebih peka dari orang lain apa yang bisa dan apa yang tidak patut dilakukan.

PACAR      
Saya tidak tertarik itu.

TOPENG   
Kalau begitu anda tidak bertanggung jawab ?

PACAR       (tenang saja)
Memang tidak.

TOPENG‑2 (mengucap beramai‑ramai)

TOPENG   
Ya Tuhan, ini yang tidak kami ketahui.

PACAR      
Coba bukalah topeng, buat apa itu. Tidak bisa kita bicara lebih jujur.

TOPENG   
Jujur bagaimana lagi.

(membuka topengnya)

Begini ?

PACAR      
Ya. Ke mari !

(Kawan itu datang)

Mari dekat di sini.

(Kawan itu naik ke atas tempat tidur)

Buat apa kita membicarakan tanggung jawab yang tidak pernah kita terima itu ?

(mengulurkan tangan)

KAWAN    
Kamu mau apa ?

PACAR      
Saya suka bicara asal anda meninggalkan kepura‑pura‑ an itu. (memegang tangan)

KAWAN    
Tidak mungkin.

PACAR      
Kalau begitu, sudahlah. Kita tidak mungkin bicara. Pergilah ke atas. Sudah waktunya dia datang sekarang.

(mendorong)

KAWAN    
Tidak. Aku tinggal di sini.

PACAR      
Boleh.

(berbaring)

Silahkan.

KAWAN    
Sudah waktunya kita mengakhiri semua ini.

PACAR      
Memang.

(membuka pakaian)

KAWAN    
Lihat dia tidak punya muslihat lain kecuali menying‑ kap pahanya.

PACAR      
Jangan pura‑pura lagi.

KAWAN    
Berpura‑pura apa ! Orang‑orang yang tua seperti kami tidak ada waktu lagi buat pura‑pura. Lihat ke mari ! Bertahun‑tahun kita biarkan ruangan yang suci ini jadi becek, oleh dosa‑dosa seorang pelacur yang mengkuduskan perzinahannya dengan memakai kubu‑kubu cinta. Cuh !

(meludah)

TOPENG‑TOPENG SEMUA DATANG MERUBUNG SAMBIL MENGACUNGKAN LAMPU TEPLOK.

KAWAN    
Kita biarkan anak‑anak kecil mendaki kepala seorang tua yang suci, kita biarkan dia kentut dan berak dengan semena‑mena di mulut kita semua, hanya karena kita sudah segan kembali menjamah perang yang sudah kita kutuk karena makan darah terlalu banyak, kita telah jatuh ke tangan seorang tua yang pernah gagah tetapi terlalu cepat lusuh karena ngebet mau pensiun sementara martabat kita harus tetap dijaga. Inilah biang keladinya, tuangkan segala malu yang mau dia sodok ke muka kita menggebrak lubang kelaminnya supaya buntot biar dia tidak punya lagi modal untuk melacur dalam peperangan ini ! Angkat tanganmu saudara‑saudaraku, angkat tanganmu tinggi‑tinggi.

(semuanya merubung dan mengangkat teplok)

Gebrak terus dosa‑dosa kita bersama, di atas wajah yang telanjang ini, kuakkan segala isinya, reguk dia punya............

TIBA‑TIBA TERDENGAR KETOKAN KERAS DARI SET SATU.

KAWAN     (merubah suara)
Wah, ada‑ada lagi gangguan.

(turun dari tempat tidur lalu naik lagi ke set dua. Teman‑temannya mengikuti semua. Lampu‑lampu teplok ditinggalkannya)

PACAR BERDIRI KEMBALI DENGAN TENANG DAN MEMASANG KEMBALI PAKAIANNYA. IA MEMANDANG KE SET SATU. DI SANA LAMPU MENYALA. TAMPAK DEDENGKOT.

PACAR      
Saya tidak malu kepada siapapun. Tidak ada waktu.

(Dedengkot mengetok lagi)

Ya. Aku tahu kamu akan datang juga, ke mana lagi kalau bukan kepada norma.

(mendekati Korban yang diselimuti kain putih, menyingkap kain)

Bapak tidak boleh tidur di sini, dia sudah datang.

KORBAN   
Jadi dia tidak mati ?

PACAR      
Belum. Bapak tidak boleh di sini. Dia tidak akan suka.

KORBAN   
Saya harus bicara dengan dia.

PACAR      
Tidak usah.

KORBAN   
Dia anak saya bukan ?

PACAR      
Memang. Baru tahu ?

KORBAN   
Saya tahu atau tidak ?

TERDENGAR KETOKAN DEDENGKOT

PACAR      
Sudahlah pergi dulu.

KORBAN   
Ke mana ?

PACAR       (memandang ke sekeliling ‑‑ tangga sudah diangkat)
Bangsat. Sudahlah, sembunyi di bawah kolong saja.

(ketokan makin keras)

Ya, ya, sebentar.

BERLARI KE BAWAH, SET SATU

KAWAN     (menjulurkan kepala)
Pistol, jangan lupa pistol. Mana pistol ?

KORBAN    (menunjukkkan pistolnya)

KAWAN    
Sembunyikan dulu, cepat ! Kain putih lemparkan ke mari !

KORBAN    (melemparkan kain putih lalu merangkak ke bawah tempat tidur)

PACAR      
Masuk, yang. Tak ada siapa‑siapa. Ada tamu di atas tapi semuanya tidur.

(semua orang di set dua cepat‑cepat berbaring tidur)

Aman.

(tapi Dedengkot tak mau bergerak)

Ada apa ? Lihat sendiri aman. Aku sedang nunggu, lebih baik cepat masuk, yang. Masih hujan di luar kan, nanti kamu ketahuan, mereka curiga sekali sekarang. Masuklah. Masuk. Kenapa ?

KAWAN     (berdiri)
Cepar masuk, cepat nanti kamu ketahuan. Mereka sudah mencium jejak kamu. Ayolah, demi Tuhan, masuk sekarang. Apa lagi yang kamu buktikan. Semua orang tahu kamu tidak takut mati. Kamu tidak perlu membuktikan apa‑apa. Masuk saja, perempuan itu sudah menunggu kamu berhari‑hari. Kenapa dia begitu ?

PACAR      
Tubuhnya tahu apa yang harus dilakukannya, dia menolak masuk. Pasti ada yang tidak beres.

KORBAN    (menjenguk)
Ada apa ?

KAWAN    
Ngumpet, ngumpet !

(Korban ngumpet)

Suruh dia masuk!

TIBA‑TIBA TERDENGAR SUARA SEMPRITAN. PARA PETUGAS MENYERBU MASUK. PACAR SEMPAT MEMATIKAN LAMPU TEPLOK LALU NAIK KE ATAS TEMPAT TIDUR. PARA PETUGAS MEMASUKI RUANGAN, MEREKA MENYIAPKAN BAMBU‑BAMBU. MEREKA MEMUKUL‑MUKULKANNYA KE SET SATU. DEDENGKOT BERPEGANGAN PADA TIANG LISTRIK. TERDENGAR KOMANDO‑KOMANDO. SET SATU TURUN PERLAHAN‑LAHAN. PACAR DAN KAWAN MEMPERHATIKAN DENGAN TAKJUB. SET SATU MERAPAT KE SET TIGA. DUA ORANG PETUGAS, SATU MEMEGANG CORONG PENGERAS, SATUNYA MEMBAWA SENJATA MELOMPAT KE ATAS. DEDENGKOT TAK DIHIRAUKAN, MALAH ADA YANG MEMBERI JALAN SUPAYA TURUN. SUARA SEMPRITAN LAGI. KOMANDO. SET SATU NAIK LAGI KE POSISI SEMULA, TAPI DEDENGKOT TELAH ADA DI SET TIGA. PARA PETUGAS BERLALU. LAMPU LISTRIK DI SET SATU MATI. GELAP. TERDENGAR SUARA HUJAN, BEBERAPA LAMA.

PACAR      
Bajumu basah, sayang. Kau tak apa‑apa ? Mukamu pucat sekali. Jangan berdiri di sini.

(menarik)

Kenapa ? Aku dapat semuanya. Bukalah bajumu, yang, nanti kamu masuk angin.

(menyalakan sebuah lampu teplok)

Kau tak banyak berubah, masih tetap buas, tapi kamu kelihatan capek, bukalah baju. Kenapa ?

(Pacar membuka baju Dedengkot. Tubuhnya terbebat)

Sudah kuduga kamu kena. Masih sakit ?

(meraba, Dedengkot memejamkan matanya)

Duduklah.

(menuntun ke tempat tidur)

Celanamu juga basah. Lebih baik dibuka.

(membuka ikat pinggang dan kancing celana)

Duduklah.

(Dedengkot duduk di tempat tidur, Pacar menarik celana itu, kemudian duduk dan mulai membuka sepatunya sambil mencium kaki Dedengkot)

Aku sudah berusaha, hasilnya baik sekali. Aku juga sudah dapat mobil, setiap saat kamu bisa ngabur, supirnya jagoan juga.

(meletakkan sepatu)

Kaosmu juga bolong‑bolong, baunya seperti bangko. Kau harus menemui seseorang, alamat dan namanya ada lengkap. Dia akan mengatur semuanya lebih lanjut.

(membentangkan celana, menyalakan rokok dan meletakkannya di bibir Dedengkot)

Aku juga membawa pakaian untukmu. Mudah‑mudahan saja ukurannya pas.

(mengambil handuk dan menggosok kepala Dedengkot sambil berdiri di tempat tidur)

Jaga dirimu baik‑baik, sebelum kamu bertemu dengan norma yang lain. Tapi aku kira kamu tak akan ketemu lagi orang edan seperti aku. Coba pikir dan mengerti sedikit apa yang kukatakan kepadaku selama ini. Kau dengar ?

DEDENGKOT         (menggumam)

PACAR      
Apa ?

DEDENGKOT         (bertanya dengan suara yang tidak bisa didengar)

PACAR       (senyum pahit)
Tidak ada yang terlalu sulit untuk seorang cewek, yang.

(mengambil surat‑surat)

Lihat. Ini semuanya, lengkap. Ini uang, ini yang lain‑lain.

(Dedengkot melihat saja sambil merokok)

Untuk waktu seminggu ini, kamu masih harus tetap hati‑hati, yang. Tapi seterusnya kamu bebas, kau bisa melakukan apa saja. Hebat kan. Kau senang ?

DEDENGKOT         (mengangguk)

PACAR      
Apa yang akan kau lakukan nanti di sana kalau sudah?

DEDENGKOT         (ngomong dengan gumam)

PACAR      
Lalu ?

DEDENGKOT         (ngomong dengan gumam)

PACAR      
Lalu ?

DEDENGKOT         (ngomong dengan gumam)

PACAR       (tertawa)
Lalu ?

DEDENGKOT MENGGUMAM ‑‑ PACAR MENCIUMNYA. MEREKA BERCIUMAN

PACAR      
Kau akan ingat padaku ?

DEDENGKOT         (mengangguk)

PACAR      
Kau akan menulis surat ?

DEDENGKOT         (menggumam dan menggeleng)

PACAR      
Kenapa ?

DEDENGKOT         (Menerangkan dengan gumam)

PACAR      
Kirimlah surat sekali saja, yang. Mau ?

DEDENGKOT         (menggeleng dan menerangkan dengan gumam)

PACAR      
Kau tahu alamatku kan. Kau dapat menulisnya.

DEDENGKOT         (menggumam)

PACAR      
Kau ingat siapa namaku ?

DEDENGKOT         (bingung, mengingat dan mencoba mengucapkan sesuatu)

PACAR      
Ayo. Masa lupa lagi.

DEDENGKOT         (menjelaskan dengan gumam)

PACAR      
Waktu masuk tadi, tapi sekarang kenapa. Cobalah sayang, siapa namaku ?

DEDENGKOT         (berusaha keras mengingat dan mengucapkan tapi gagal, lalu dia mulai gelisah)

PACAR      
Sudahlah yang, tak apa. Tak apa artinya aku bagimu. Kau tak mungkin dimiliki oleh siapapun.

(melemparkan sebuah baju yang kering)

Pakailah baju, nanti sakit. Aku takut lihat perban itu, aku tak suka lihat kamu sakit.

DEDENGKOT         (bertanya)

PACAR      
Ya.

DEDENGKOT         (melarang sesuatu dengan gumam)

PACAR      
Biarlah aku marah sebentar.

DEDENGKOT         (menggeleng dan menggumam, lalu mencium kaki Pacar)

PACAR      
Aku tidak mungkin tidak marah kalau sedang marah. Tapi kalau aku marah itu tidak berarti aku benci, yang. Kelakuanmu seringkali menyakitkan pada saat‑saat aku tidak siap. Kamu seenaknya saja.

DEDENGKOT         (membanting kaki Pacar, menggumam dan bertanya)

PACAR      
Ya !

(Dedengkot menancapkan rokok yang menyala itu di betis Pacar. Wanita ini memekik, lari jauh sekali)

Kau kejam !

DEDENGKOT MEMANDANG SAJA. PACAR MENANGIS

TOPENG    (membakar kemenyan dan mulai lagi menggumamkan mantera‑mantera, satu dua orang menari)

PACAR       (tambah keras menangis)

DEDENGKOT (menerangkan sesuatu dengan suara tak jelas, menceritakan kenang‑kenangan yang pahit, minta pengertian, menceritakan sesuatu tapi ia sendiri tak puas dengan ceritanya seperti ada yang sukar untuk diterangkannya ‑‑ ia mencoba, tapi ia semakin kecewa karena semakin jauh dari apa yang dimaksudkannya ‑‑ ia jadi penasaran dan panik ‑‑ ia menggapai bantal lalu mencabik‑cabik ‑‑ kapuknya berserakan ‑‑ ia hendak mencabik kasur juga ‑‑ Pacar segera datang dan memeluknya ‑‑ mereka berciuman ‑‑ berbaring ‑‑ Dedengkot mengkerut seperti seorang bayi ‑‑ Pacar memperlakukannya seperti anak‑anak ‑‑ ia membujuknya ‑‑ ia menyanyikan sebuah lagu anak‑anak)

TOPENG YANG MENARI KESURUPAN DAN BERTERIAK‑TERIAK DENGAN SUARA YANG HISTERIS. DARI SET SATU MEMANCAR LAMPU SOROT KE ARAH TEMPAT TIDUR. PARA PETUGAS MUNCUL DIAM‑DIAM MENGAMBIL BAMBU DAN SIAP SIAGA MEMBENDUNG DI SEKITAR SET TIGA.

KORBAN (merayap keluar dari bawah kolong tempat tidur. Ia memandangi Dedengkot, cahaya sorot tertuju ke arah‑ nya. Ia mengeluarkan pistol)

Ya betul, itu kamu. Jadi kamu masih hidup selama ini seperti aku tahu. Aku tahu, kau tak mungkin mati gampangan begitu saja, darahmu langsung darah peperangan dari tubuhku, aku tuang dulu waktu aku masih kuat seperti kamu, sombong seperti kamu, gelisah seperti kamu.

(mendekat)

Apa yang kau lakukan di sini, berani sekali kau nodai ruangan yang suci ini. Membunuh sumber darah dengan cara begini, pembunuhan terkutuk yang tak ada ampunan, kejahatan yang lebih kejam dari semua kebiadaban yang pernah kau sentuh. Sebuah generasi yang bekerja dengan berlumuran darah mau kamu tenggelamkan begitu saja. Tidak bisa ! Tidak bisa !

(mengangkat pistol melihat surat‑surat, meraihnya dan menyobeknya)

Tuhan membimbingmu ke ‑ tanganku kembali.

(mengarahkan pistol)

Kita pergi bersama‑sama, aku seret kepalamu ke kaki pengadilan akhirat, hanya Dia yang tahu berapa besar hukuman yang aku sendiri tanggung. Sekarang, sekarang, sekarang, sekarang, sekarang, sekarang, sekarang, sekarang, sekarang, sekarang.

(tangannya gemetar ‑‑ ia memegang pistol itu dengan kedua tangannya)

Sekarang, sekarang, sekarang.

(senjata itu seakan bergerak melawan ‑‑ ia melawan tangannya sendiri ‑‑ senjata itu seakan‑akan liar hendak membidik ke tempat lain. Korban berusaha membidikkannya ke arah Dedengkot ‑‑ senjata itu melawan ‑‑ Korban jatuh bergulat dengan senjata itu ‑‑ berdiri lagi ‑‑ senjata itu membawanya berlari‑lari seperti kuda kepang)

DI SET DUA, KAIN PUTIH DIRENTANG SEPERTI LANGIT‑LANGIT DI ATAS LEVEL DIPEGANG OLEH EMPAT ORANG PADA UJUNG‑UJUNGNYA.

TOPENG   
Tembak ! Tembak ! Tembak !

KORBAN (berusaha membidik Dedengkot ‑‑ tapi senjata itu melawan dan terdengar tembakan beberapa kali ke ‑ berbagai arah)

LAMPU SOROT SET SATU PADAM. PARA PETUGAS DENGAN BAMBU‑BAMBUNYA. KORBAN TERJATUH BERGULING‑GULING DENGAN SENJATANYA. DEDENGKOT BANGKIT. PACAR DIAM‑DIAM SAJA MERAIH CABIKAN SURAT‑SURAT YANG DIROBEK OLEH KORBAN. IA MENGUMPULKANNYA SAMBIL TAK BERANJAK. DEDENGKOT MENGENAKAN KEMBALI BAJU, CELANA, SEPATU DENGAN TENANG SEKALI.

KORBAN   
Ya Tuhan aku tak sanggup lai membunuh.

(bergulingan)

Aku bukan seorang pemimpin. Bukan. Aku sudah tua, aku harus istirahat.

PACAR      
Tiap lembar, berarti kehormatanku. Dia merobek begitu saja, begitu saja.

(menggumam)

TOPENG    (berhenti menari)
Sialan. Kenapa kau jadi pengecut mendadak ?

KORBAN    (masih terus bergulingan berjuang dengan pistolnya)
Dari dulu memang aku pengecut biasa, kamu tidak percaya !

TOPENG   
Diam ! Kamu pemimpin kami, lambang kami !

KORBAN   
Ogah ! Aku tak mau jadi pemimpin.

(duduk karena pistol itu agak tenang)

Aku tak pernah jadi pemimpin, aku hanya pura‑pura, aku selalu takut kalau membunuh, lihat, lihat pahlawan yang besar dalam perang ini mati kutu di depan matamu sekarang.

TOPENG   
Brengsek !

TOPENG   
Pengkhianat !

KORBAN   
Maaf.

TOPENG   
Tembak dia, tembak dia cepat !

KORBAN    (berusaha untuk membidik Dedengkot dengan sungguh‑sungguh)

PACAR      
Betapa susahnya untuk menemukan saat ini, rasanya lebih baik tak tahu.

TOPENG   
Sikat, sikat saja langsung.

KORBAN    (tiba‑tiba pistol mengarah kepada Topeng)
Awa !

TOPENG    (semuanya tiarap. Tembakan beberapa kali)

KORBAN    (menjatuhkan pistol dan terduduk memegang mukanya)

TOPENG   
Bangsat !

DEDENGKOT SUDAH SIAP. IA BERGERAK HENDAK PERGI. TAPI KEMUDIAN PARA PETUGAS YANG MEMBAWA BAMBU MENGHALANGINYA BERAMAI‑RAMAI. LAMPU SOROT KEMBALI MENYOROT KE TEMPAT TIDUR. DEDENGKOT MENCOBA MENCARI SUDUT YANG TIDAK DIKEPUNG, TAPI PARA PETUGAS ITU TERUS MENJAGANYA JANGAN SAMPAI KE LUAR RUANGAN.

PETUGAS (dengan corong di set satu menyerukan perintah‑perintah dan seruan)

DEDENGKOT MULAI BERLARIAN, TAPI BAMBU‑BAMBU ITU TERUS MENGEPUNGNYA. DIA MENCOBA MELAWAN TAPI TERJUNGKAL. BAMBU ITU TERUS MENONJOK‑NONJOK DAN MENGEMBALIKANNYA SUPAYA NAIK KE TEMPAT TIDUR. DEDENGKOT BERBARING BEBERAPA LAMA. PATA TOPENG MULAI LAGI MENGGUMAMKAN MANTERA.

DEDENGKOT         (tiba‑tiba meloncat dan lari ‑‑ tapi kemudian bambu‑bambu itu menghajarnya)

KORBAN   
Sudah, sudah ! Jangan disiksa, bunuh saja cepat‑cepat !

DEDENGKOT LARI KE ATAS TEMPAT TIDUR DAN LANGSUNG MENAMPARI PACAR.

PACAR      
Bukan, bukan aku !

DEDENGKOT         (mencekik)

PACAR (dengan satu gerakan yang pintar, Dedengkot terbaring dan kesakitan ‑‑ Pacar berdiri dengan tenang)
Kau salah sangka. Tak ada yang bisa kau percayai lebih dari aku.

PARA PETUGAS MELETAKKAN BAMBU‑BAMBU ITU DI SEKITAR TEMPAT TIDUR.

KORBAN   
Ya Tuhan, seluruh daerah sudah dikepung.

PARA PETUGAS MENYALAKAN LAMPU‑LAMPU TEPLOK. TOPENG‑TOPENG BERMANTERA TERUS.

PACAR      
Aku bersumpah, aku tidak akan mengkhianatimu sayang. Berdirilah sebagai laki‑laki yang baik.

(Dedengkot tetap saja terlentang, napasnya deras, ia tampak ketakutan)

Jangan takut sayang, masih ada satu jalan. Mobil itu sudah menanti di sana. Aku tidak mau kau ditangkap. Ayo berdiri. Mau mati sama‑sama ?

CORONG   (seruan‑seruan pengepungan)

PACAR      
Peringatkan setiap orang menjauh, atau nyawaku taruhannya. Tarik belatimu, sayang. Kamu masih punya gigi, kan ?! Kalau kita bisa mancapai jembatan, semuanya akan beres. Ayo, jangan ketakutan. Kamu kan bukan pengecut seperti bapakmu. Biar dia saja jadi pengecut.

KORBAN   
Larilah, lebih baik ditembak dari pada ditangkap.

PACAR      
Kalau ditembak matinya cuma satu kali.

DEDENGKOT         (berdiri perlahan‑lahan)

PACAR      
Berbuatlah seakan‑akan membunuhku.

(mengambil pisau)

Ayo !

DEDENGKOT         (Menggeleng dan menggumam)

PACAR      
Pura‑pura saja, sayang.

DEDENGKOT         (meraih pisau lalu kelihatan gugup)

PACAR       (meraih tangan Dedengkot melingkarkan di lehernya lalu menarik pisau ke lehernya)
Aku akan membuktikan aku bukan pengkhianat. Tenang‑tenang saja, sayang.

PACAR      
Kau pernah berdoa ? Berdoalah. (berdoa)

KAIN PUTIH DI LEVEL DUA DIRENTANGKAN KEMBALI. TOPENG KEMBALI MENARI. MEREKA MENYIAPKAN TALI GANTUNGAN YANG DIJULURKAN KE ‑ LUBANG LEVEL.

PACAR       (berteriak histeris)

PARA PETUGAS YANG MEMBAWA TEPLOK MUNDUR MENJAUH. LAMPU SOROT PADAM.

PACAR      
Bagus, kau pura‑pura terus mau membunuhku. Kalau gagal kita bersama‑sama mati.

DEDENGKOT         (menggumam)

PACAR      
Dengar, satu‑satunya yang kucintai di dunia ini adalah kau.

(berbalik dan mencium)

Kau ingat sekarang siapa namaku ?

DEDENGKOT         (menggeleng)

PACAR      
Tak usah diucapkan. Nanti kau lupa. Dengar, namaku Norma.

DEDENGKOT         (menggumam)

PACAR      
Kau tidak cinta padaku ?

DEDENGKOT         (menggeleng)

PACAR      
Baiknya kau mengangguk.

DEDENGKOT         (menggeleng)

PACAR      
Ya sudah, apa boleh buat. Kita pergi sekarang.

KORBAN MEMUNGUT PISTOL DAN MENEMBAK PUNGGUNG DEDENGKOT. DEDENGKOT JATUH DI TEMPAT TIDUR. PACAR MEMPERHATIKAN. MUKANYA SAMA SEKALI TIDAK BERUBAH. LAMPU SOROT MENIMPA LAGI DARI SET SATU. SUARA‑SUARA SEMPRITAN. PETUGAS YANG MEMBAWA LAMPU TEPLOK MENYINGKIR. TOPENG‑TOPENG CEPAT TURUN. MEREKA MEMAKAIKAN KAIN PUTIH ITU SEBAGAI KAIN PADA KORBAN. KEMUDIAN MEREKA DUDUK DI BAWAH SET DUA DAN MULAI MENYANYI. LAMPU SOROT BERALIH KE SET DUA. IA MENGGUMAMKAN DOA LALU MENGGANTUNG DIRINYA DI ATAS KURSI. PARA PETUGAS YANG MEMBAWA LAMPU TEPLOK DATANG KE DEKAT DEDENGKOT. MEREKA MELETAKKAN TEPLOK‑TEPLOK ITU DI SEKITAR TUBUH DEDENGKOT. KEMUDIAN MEREKA MENGAMBIL BAMBU‑BAMBU DAN MEMEGANGNYA SEDEMIKIAN RUPA SEHINGGA RUANG JADI REPOT OLEH BAMBU. SEMUA MEREKA BERJAGA‑JAGA.

CORONG  
Perhatian‑perhatian, kami peringatkan jangan menembak. Seluruh daerah sudah dikepung, saudara tidak mungkin lari. Kalau membandel tak urung kami gebrak, sekali tancap saudara akan ludas semua. Karena itu jangan melawan. Menyerah saja cepat‑cepat sebelum kami kehilangan kesabaran. Buang senjata, angkat tangan, keluar dengan tertib, kami akan memperlakukan saudara dengan baik. Perhatian‑perhatian.

(dan seterusnya)

SALAH SATU TOPENG MENGHAMPIRI PACAR. PACAR MENGGUMAM SENDIRI. TOPENG MEMBUKA TOPENGNYA.

KAWAN    
Maukan anda membela martabat orang tua itu nanti di depan para petugas ?

PACAR       (menggeleng)

KAWAN    
Untuk kepentingan kami semua ?

PACAR       (menggeleng)

KAWAN    
Untuk kepentingan kami semua ?

PACAR       (menggumam)
Tidak.

KAWAN    
Hanya merahasiakan hubungan dia dengan anaknya ini ?

PACAR      
Tidak.

KAWAN    
Kenapa ?

PACAR       (menggumam dan menggeleng)

KAWAN    
Hanya sekedar menutup mulut. Mau ?

PACAR       (menggeleng)

KAWAN    
Kenapa ? Mereka tidak perlu tahu siapa dia sebenarnya. Mereka juga lebih suka tidak tahu, mereka memerlukan ketenangan juga seperti kita. Tidak semua harus dibeberkan kalau menambah ricuh, kita perlu ketenangan. Ya tidak ?

PACAR       (menggeleng)

KAWAN    
Mau ?

PACAR      
Tidak.

KAWAN    
Jadi anda akan merusakkan nama baik orang tua yang suci itu ?

PACAR       (menggumam saja)

KAWAN    
Hanya sekedar tutup mulut. Tutup mulut ! Sulitnya apa ?!

PACAR      
Tidak.

KAWAN    
Jangan edan ! Anda harus lihat kami sedikit. Anda punya perasaan tidak ? Anda menghancurkan kami yang sudah mempertahankan nama baik kita semua dalam peperangan berdarah, tanpa sedikit mau tenggang rasa. Tidak berperikemanusiaan ! Anda harus tahu, ini berarti pembunuhan kejam. Anda berkewajiban untuk diam !

PACAR      
Tidak.

KAWAN    
Lonte kamu !

MENUDUH KERAS

PACAR       (menggumam acuh tak acuh)

KAWAN     (menyerang dengan pedas, lalu menawarkan lagi)

PACAR      
Tidak.

KAWAN     (menerangkan lalu menganjurkan)

PACAR      
Tidak !

KAWAN     (memohon)

PACAR      
Tidak !

KAWAN     (mengemis)

PACAR      
Tidak ! Tidak !

KAWAN     (memaki dan mengancam)

PACAR       (acuh tak acuh)

KAWAN     (meminta dengan sopan)

PACAR      
Tidak !!!!!!!

KAWAN     (menyerang)

TOPENG‑TOPENG YANG LAIN BANGKIT UNTUK IKUT MENYERBU. PARA PETUGAS DENGAN BAMBU‑BAMBU REPOT MENGHALANG‑HALANGI MEREKA. TERJADI KERIBUTAN, SEMENTARA PACAR DIAM‑DIAM SAJA. KEONARAN MAKIN MENJADI‑JADI NYARIS PERKELAHIAN.

CORONG  
Perhatian‑perhatian ! Untuk yang terakhir kali, kami peringatkan jangan coba‑coba main gila, kesabaran kami sudah tipis. Dalam tempo lima menit kalau saudara masih terus membangkang kami sikat habis di tempat ini juga. Kalau mau selamat, buang senjata angkat tangan lalu keluar dengan tenang......

DAN SETERUSNYA.

SET TIGA MAKIN RICUH.




BABAK TIGA


SET TIGA BERANTAKAN. DI SET DUA KORBAN DAN DEDENGKOT BERBARING DENGAN DISELIMUTI OLEH KAIN PUTIH YANG TERJURAI SAMPAI KE BAWAH. DI SET SATU PACAR TERCENUNG. TERDENGAR SUARA NYANYIAN. PARA TOPENG MASUK MEMBAWA BAMBU DENGAN LAMPION‑LAMPION DI UJUNGNYA. MEREKA BERGERAK SAMBIL MENYANYI. TAMPAK DI ATAS TEMPAT TIDUR PARA PETUGAS BERKUMPUL. MEREKA TERKESIMA JUGA OLEH PAWAI ITU. MEREKA BERDIRI MEMPERHATIKANNYA. PARA TOPENG ITU MELAKUKAN SEMACAM UPACARA BERKABUNG YANG KHIDMAT TERTUJU PADA SET DUA.

PETUGAS 
Berhenti ! Berhenti !

UPACARA ITU BERHENTI.

PETUGAS 
Upacara yang aneh ini harus dihentikan. Kita tidak bisa membiarkan saudara‑saudara berkeliaran di jalan raya semacam ini, karena lalu lintas bisa macet. Upacara apa sih ini ?

TOPENG    (menjelaskan sesuatu dengan gerakan)

PETUGAS 
Ya meskipun begitu, tidak bisa. Saudara‑saudara semua harus pulang sekarang, supaya kami juga bisa pulang.

TOPENG‑TOPENG BERUNDING.

PETUGAS 
Kita sedang menguntit jejak seorang perempuan, saudara‑saudara harus tahu ini lebih penting dari upacara apa saja. Demi ketertiban, ayo dong pulang.

TOPENG    (mau menerangkan lagi)

PETUGAS 
Sudahlah, kita tahu anda mau bilang apa. Bapak memang orang besar, tapi dia sudah mati. Apalagi mampusnya lantaran gantung diri. Cukup, kita tidak usah berunding sekarang. Pokoknya jalan ini harus sepi. Saya hitung sampai dua puluh kali, kalau saudara belum pergi, kita ambil kekerasan tanpa pandang bulu. Satu ‑ dua ‑ tiga ‑ empat ‑ lima dst.... dua puluh !! TOPENG‑TOPENG TIDAK BERGERAK.

PETUGAS 
Sialan. Ayo gebrak !

SEMUA PETUGAS SIAP.

PACAR      
Tunggu !

PETUGAS 
Siapa kamu ?

PACAR      
Yang dicari, saya ? Betul ?

PETUGAS 
Memang kamu. Ayo turun sini !

PACAR      
Kalau saya menyerah, apa upacara ini boleh jalan terus ?

PETUGAS 
Tentu saja !

PACAR      
Kalau begitu biarkan mereka melanjutkan dulu. Saya akan turun.

PETUGAS 
Bagus ! Teruskan saja upacara ugal‑ugalan ini. Sudah ada jeminan. Saya tidak tahu mengapa kamu mesti pakai topeng, mengapa mesti pakai lampion, mengapa mesti menyanyi. Di situ ada orang mati, tapi dua‑duanya tidak bisa hidup lagi, buat apa ini semua ?

TOPENG‑TOPENG BERGERAK KEMBALI.

PACAR      
Mereka telah berhasil memaksa saya bilang apa yang mereka mau.

PETUGAS 
Kamu jangan berkaok‑kaok terus di sana. Cepat turun.

PACAR      
Ternyata saya pelacur biasa.

PETUGAS 
Turun, turun ! Atau kamu mau saya tembak !

PACAR      
Tembak saja.

PETUGAS 
Betul ini.

PACAR      
Betul.

PETUGAS 
Kenapa ?

PACAR      
Tembak saja.

PETUGAS 
Harus ada alasannya dong. Jelek‑jelek begini saya kan punya etika juga.

PACAR      
Kamu sopan sekali.

PETUGAS 
Iyalah, harus dong.

PACAR      
Tembak saja ah, aku kan pelacur ketengan.

PETUGAS 
Tak usah merendahkan diri. Paling tidak kalau kamu melarikan diri, atau melawan atau menyumpah‑nyumpah kita, kita bisa langsung gebrak.

PACAR      
Baik. Tapi maaf, jangan sakit hati, kalau dimaki ya.

PETUGAS 
Ayolah. Siapkan senjatamu kawan‑kawan. (kawannya bersiap‑siap)

PACAR      
Sukar.

PETUGAS 
Cepat !

PACAR      
Kehormatan yang kau junjung adalah kehormatan bayaran, kebajikan yang kau muliakan adalah kebiadaban yang berdarah di atas kesengsaraan orang lain, bau parfum yang keluar dari segala kata‑katamu yang culas adalah air mata dari seorang wanita yang tak berdaya yang kau sebut pelacur, aku jadi muak, aku ingin mengangkang mengangkat seluruh tubuhmu yang telah tua untuk masuk kembali ke dalam rahimku karena aku tidak mau jadi ibu dari segerombolan anjing yang kelaparan dan membunuh orang lain semata‑mata untuk kehormatannya sendiri. Teemmmbbbaaaakkkk !!!!!!!

PETUGAS 
Coba ulangi. Aku tidak mengerti kau bilang apa ?

PACAR      
Teeemmmbbbaaakkk !!!!!!!

PETUGAS 
Habis, kata‑katanya enak kedengaran, aku tidak sakit, bagaimana aku mesti tembak.

PACAR      
Tembak anjing ! Babi ! Binatang ! Laknat !

PETUGAS 
Nah kalau begitu, boleh. Tembak !

SEMUA MENEMBAK. UPACARA TERHENTI. PACAR JATUH. TAPI KEMUDIAN IA BANGKIT LAGI.

PACAR      
Terima kasih. Aku merasa lebih baik.

PETUGAS 
Bagus. Kami semua mengerti apa yang kau terangkan tadi. Saudara‑saudara Topeng, ini upacara yang sia‑sia. Orang tua itu tidak bisa kamu kontrak terus dengan harga mati. Dan kamu tidak bisa memisahkan mereka mempunyai darah yang sama, dengan upacara macam apa saja. Permintaan kamu ditolak. Sudah jelas mereka harus dikubur sama‑sama dan dengan doa yang sama meskipun panjang pendeknya boleh diatur.

TIBA‑TIBA KORBAN BERGERAK.

KORBAN   
Kalau boleh saya ngomong sedikit.

PETUGAS 
Boleh.

KORBAN   
Sebetulnya saya belum ingin mati.

PETUGAS 
Itu dengar.

KORBAN   
Saya tak pernah ingin jadi

PACAR      
Sudahlah, tak usah bicara lagi pak. Nanti saja. Kan sudah cukup.

KORBAN   
Tapi saya ingin bicara.

PACAR      
Boleh saja ingin, tapi tidak usah saja.

KORBAN   
Kenapa ?

PACAR      
Kalau semua orang mati boleh berbicara, barangkali semua orang‑orang yang masih hidup tidak ada yang tidak berdosa.

KORBAN   
Jadi bagaimana ?

PACAR      
Teruskan saja mati. Ini nasehat dari seorang pelacur. Saya akan bicara kepada mereka. Dengar ! Orang tua ini tidak punya hubungan apa‑apa dengan bajingan itu. Orang tua ini telah menggantung dirinya karena malu, karena dia baru tahu perempuan yang menolongnya itu tidak lebih dari pelacur yang berzinah dengan setiap bajingan dan membiarkan dirinya menjadi anjing dari Dedengkot yang dikutuk oleh sejumlah orang tua yang suci karena pengabdiannya dalam peperangan yang lalu.

PETUGAS 
Itu bohong. Saya bodoh juga, tapi saya tahu itu bohong !

KORBAN   
Di mana bohongnya ?

PETUGAS 
Entah.

PACAR      
Terima sajalah begitu. Semua orang suka kan !

PETUGAS 
Kalau memang begitu, ya apa boleh buat. Bapak boleh saja mati terus mati dengan cara terhormat. Saudara‑saudara Topeng, teruskan upacara saudara‑saudara yang edan ini. Dan kamu semua

(kepada Petugas lain)

kamu harus seret mayat bajingan itu untuk diadili meskipun dia sudah keok. Ayo !!

PARA PETUGAS KE SET DUA UNTUK MEMBERESKAN MAYAT DEDENGKOT. MEREKA MEMBAWANYA TURUN. BEBERAPA ORANG MEMIKUL MAYAT KORBAN. SEMENTARA UPACARA BERJALAN TERUS.

PETUGAS 
Tapi kamu di situ, apa yang akan kamu lakukan ?

PACAR      
 Jalan terus.

PETUGAS 
Ke mana ?

PACAR      
Mencari.

PETUGAS 
Mencari siapa ?

PACAR      
Kamu !

DEDENGKOT         (berdiri)
Aku di sini.

PACAR      
Sudah lama kamu tunggu ?

DEDENGKOT        
Dua ratus tahun.

PACAR      
Maaf. Sapu tanganku belum kering, aku terpaksa menunggu.

DEDENGKOT        
Jadi kita akan kawin ?

PACAR      
Asal kamu tetap setia sampai mati.

DEDENGKOT        
Aku sudah mati, tapi aku harus setia.

PACAR      
Kalau begitu kamu memang jodohku.

PETUGAS 
Kalau kalian kawin siapa yang harus aku tangkap ?

DEDENGKOT        
Masih banyak orang lain, sabarlah.

PACAR      
Upacara ini sudah terlanjur diadakan biarkan terus, aku terharu melihat sejumlah orang tua berusaha menjunjung kehormatannya tanpa memperdulikan darah siapa yang dia terjang. Hidupku masih panjang, hidup kita masih panjang kekasih, siapa lagi yang harus menahan duka bumi ini, kalau bukan anak‑anak seperti kita. Tapi para petugas, kawinkan kami dulu nanti tidak ada kesempatan.

PETUGAS 
Jelek‑jelek kita juga punya rasa kemanusiaan. Biar Dedengkot ini busuk, angkat dia kawan‑kawan.

(melemparkan senjata ‑‑ semua melemparkan senjata mengangkat Dedengkot dan mengaraknya)

Demi masa depan roh bajingan tengik yang tidak bisa ditambal lagi. Kibarkan panji‑panji gembira seratus tahun untuk menghormati perzinahan tikus yang paling kotor di selokan kota ini. Horreee !! Bernyanyi, bernyanyi, pokoknya buka mulut lebar‑lebar dan lupakan tugas‑tugas kamu, ini adalah hidup yang nyata, yang nyata, reguk, nikmati, telanjangi lalu muntahkan !!

KELOMPOK PETUGAS BERNYANYI. SEMENTARA TOPENG‑TOPENG MEMULAI UPACARA KEMATIAN SESUNGGUHNYA DI SET DUA. MEREKA BERBARIS DAN MENARIK KAIN PUTIH ITU MEMANJANG. MEREKAPUN MENYANYI. KEDUA PERISTIWA ITU CAMPUR. KEDUA KELOMPOK ITU KEMUDIAN EXIT SET DUA DAN SET TIGA KOSONG. SUNYI SEKALI. LAMPU LISTRIK MENYALA. TAMPAK PACAR MENYULUT ROKOKNYA, SENDIRI DAN SUNYI KELIHATAN. KEMUDIAN DARI ARAH YANG SAMA ‑‑ TAPI SUDUT YANG LAIN ‑‑ KORBAN DAN DEDENG­KOT MASUK. KEDUANYA DIIKAT OLEH TALI‑TALI BESAR YANG TERUS TERU­LUR TAK KETAHUAN DI MANA TAMBATANNYA. KEDUANYA BERJALAN‑JALAN SAMBIL MENYERET BARANG‑BARANG DI KAKI YANG MENIMBULKAN RIBUT. KORBAN LANGSUNG NAIK KE SET DUA. DEDENGKOT NAIK KE ATAS TEMPAT TIDUR.

KORBAN   
Itu dia. Kita dipaksanya masuk ke dalam mimpi. Seorang wanita yang luhur, atau seorang pelacur biasa seperti kata mereka.

DEDENGKOT         (menggumam)

KORBAN   
Di sini aku bertemu dengan orang‑orang lain, yang keok dalam perang. Sampai sekarang mereka tidak tahu milik siapa pertempuran itu. Di sini mereka semuanya sama. Semuanya gentayangan karena hotel‑hotel kelas satu di sini sudah penuh. Tinggal kaki lima, kolong jembatan dan pantatnya sendiri. Ternyata kebenaran saja tidak cukup. Di sini kebenaran mereka masing‑masing berdesak‑desakan, udara jadi penuh, mendidih lalu mengusir kami diam di tepi sungai itu. Jadi lebih baik bicara, hibur sedikit orang‑orang tua itu, mereka juga tahu mereka menjalankan tugas.

KEDENGARAN SUARA MUSIK ‑‑ BUNYI‑BUNYIAN YANG NGAWUR.

KORBAN   
Mereka memerlukan pertolonganmu, kalau tidak mereka akan jadi cacing tanah. Aku mohon demi mereka yang berjuta‑juta memerlukan pertolonganmu, dengan beribu‑ribu maaf inilah kata seorang tua  penuhi permintaan mereka untuk menyucikan namaku. Kalau kamu tidak mampu bicara, tulislah surat pengakuan lalu bunuh diri.

TOPENG‑TOPENG MASUK. SEMUANYA MENARIK TALI YANG TERIKAT DI LEHER MEREKA ‑‑ MUNCUL DARI DUA BUAH SUDUT DARI MANA KORBAN DAN DEDENGKOT MUNCUL. MEREKA MEMBAWA ALAT‑ALAT GAMELAN SEADANYA DAN MEMBUNYIKAN TANPA MENGHIRAUKAN HARMONI, MENGIKUTI PERASAAN MEREKA SAJA.

SATU ORANG MENARI. SATU DUA ORANG MENGIKUTINYA. MEREKA MEMBUNYI­KAN GAMELAN SEMAKIN KHUSUK MESKIPUN TAK BERATURAN. KORBAN IKUT MENARI. DEDENGKOT BERBARING DI TEMPAT TIDUR.
PERLAHAN‑LAHAN SET SATU TURUN. MERAPAT KE SET TIGA. PARA PENARI ITU MENGHAMPIRI PACAR. MEREKA MENGIKATNYA KE TIANG LISTRIK DAN MENYUMBAT MULUTNYA. DEDENGKOT MERONTA‑RONTA.

DEDENGKOT (berteriak‑teriak tak jelas)

SESUDAH PACAR TERIKAT KE TIANG LISTRIK DAN TERSUMBAT MULUTNYA, SET SATU NAIK LAGI.

KORBAN    (mengucapkan slogan  Misalnya  Gebrak cipoak demi cipoak)

TOPENG‑2 (menirukan)

KORBAN    (misalnya  Gebrak cipoak demi cipoak)

TOPENG‑2 (menirukan)

KORBAN    (misalnya  Gebrak cipoak demi cipoak)

TOPENG‑2 (menirukan)

KORBAN    (misalnya  Hancurkan kehormatan demi kehormatan)

TOPENG‑2 (menirukan)

KORBAN    (misalnya  Hancurkan kemanusiaan demi kemanusiaan)

TOPENG‑2 (menirukan)

KORBAN    (misalnya  Hancurkan perdamaian demi perdamaian)

TOPENG‑2 (menirukan)

KORBAN    (misalnya  Hancurkan perang demi perang)

TOPENG‑2 (menirukan)

KORBAN    (misalnya  Hancurkan kebenaran demi kebenaran)

TOPENG‑2 (menirukan)

KORBAN    (misalnya  Hancurkan kebohongan demi kebohongan)

TOPENG‑2 (menirukan)

KORBAN    (misalnya  Hancurkan sandiwara demi sandiwara)

TOPENG‑2 (menirukan)

KORBAN    (misalnya  Hancurkan keadilan demi keadilan)

TOPENG‑2 (menirukan)

KORBAN    (misalnya  Hancurkan persahabatan demi persahabat‑ an)

TOPENG‑2 (menirukan)

KORBAN    (misalnya  Hancurkan pengibulan demi pengibulan)

TOPENG‑2 (menirukan)

KORBAN    (misalnya  Hancurkan kecengengan demi kecengengan)

TOPENG‑2 (menirukan)

KORBAN    (misalnya  Hancurkan syahwat demi syahwat)

TOPENG‑2 (menirukan)

KORBAN    (misalnya  Hancurkan perzinahan demi perzinahan)

TOPENG‑2 (menirukan)

KORBAN    (misalnya  Hancurkan kasih sayang demi kasih sayang)

TOPENG‑2 (menirukan)

KORBAN    (misalnya  Hancurkan kesetiaan demi kesetiaan)

TOPENG‑2 (menirukan)

KORBAN    (misalnya  Hancurkan kepercayaan demi kepercayaan)

TOPENG‑2 (menirukan)

KORBAN    (misalnya  Hancurkan kematian demi kematian)

TOPENG‑2 (menirukan)

KORBAN    (misalnya  Hancurkan kebiadaban demi kebiadaban)

SET SATU SUDAH SAMPAI PADA POSISI SEMULA.

KORBAN    (misalnya  Hancurkan peradaban demi peradaban)

TOPENG‑2 (menirukan)

KORBAN    (misalnya  Hancurkan kesia‑siaan demi kesia‑siaan)

TOPENG‑2 (menirukan)

KORBAN   
SEKARANG !!!

ALAT‑ALAT GAMELAN BERHENTI DIBUNYIKAN ‑‑ DILEMPARKAN. SEMUA TOPENG SERENTAK MERUBUNG TEMPAT TIDUR. DEDENGKOT SEMAKIN LIAR MERONTA DAN BERTERIAK‑TERIAK. TOPENG BERSAMA‑SAMA MENGANGKAT TEMPAT TIDUR DAN MELAMBUNG‑LAMBUNGKANNYA SEHINGGA DEDENGKOT TERSIKSA. TERDENGAR SUARA SEMPRITAN. PARA PETUGAS MASUH DENGAN BAMBU‑BAMBU. MEREKA LANGSUNG MENGGANYANG TOPENG‑TOPENG ITU. BEBERAPA DIANTARANYA HENDAK LARI, MEREKA KEJAR. MEREKA GANYANG SEMUA TOPENG TUMBANG BERSERAKAN DI SET TIGA. SAMBIL BERCAKAP SESAMANYA KEMUDIAN PARA PETUGAS MENGUMPULKAN TOPENG‑TOPENG ITU DENGAN UJUNG BAMBU MEREKA, MENUMPUK.

PETUGAS 
Soalnya sepele, tapi kagak mau habis‑habis. Saya juga orang ugal‑ugalan, tapi ini kan harusnya sudah selesai sekarang. Tetek bengek, masak kita harus diperbudak soal‑soal pribadi tok dari tadi.

(temannya ramai ngomong)

Diam !

KORBAN   
Kelihatannya saja pribadi, tapi menyangkut kepentingan orang banyak.

PETUGAS 
Diam, orang mati tidak usah ikut campur.

KORBAN   
Tapi sebagai penasehat.

PETUGAS 
Kamu sudah mati belum ?

KORBAN   
Sudah.

PETUGAS 
Nah, mati saja terus !

KORBAN BERBARING KEMBALI

DEDENGKOT         (menggumam)

PETUGAS 
Kamu ikut‑ikutan lagi !

(Dedengkot diam)

Ini soal kecil yang dibesar‑besarkan. Kayak tak ada kerjaan lain.

(kepada Pacar)

Bilang saja terus terang, kamu mau apa. Apa kamu mau bela orang tua yang mereka bikin suci ini. Atau kamu membela orang‑orang bertopeng yang gaek ini. Atau kamu mau bela Dedengkot yang biadab ini, atau kamu mau bela kami yang dari tadi pulang balik bawa sempritan dan memukul orang demi tugas, atau kamu bela siapa ? Kamu bela siapa, terang‑terangan saja ! Singkat dan tegas saja ! Atau kami akan bertindak.

(kepada kawan Petugas lainnya)

Siap‑siap saja kawan.

PARA PETUGAS LAINNYA MENYIAPKAN LAMPION‑LAMPION DI UJUNG BAMBU. MEREKA JUGA MENYIAPKAN SEBUAH LAYAR PUTIH DENGAN MENGIKATKAN KE EMPAT UJUNGNYA PADA DUA BUAH BAMBU.

PETUGAS 
Kata mereka kamu pelacur. Kami tak peduli pelacur atau bukan, orang suci atau bukan, Dedengkot atau bukan. Tidak penting siapa kamu sebenarnya. Selama kamu mengganggu lancarnya lalu lintas di jalan, kami akan sikat. Kalau kami keliru, minta maaf saja, ini bukan pekerjaan kecil. Korban‑korban memang sudah banyak, tapi kerja ini harus dilanjutkan. Sekarang jawab ! Siapa kamu ? Baik. Gebrak saja dia biar ngomong.

BAMBU‑BAMBU YANG SUDAH BERISI LAMPION KEMBALI DIANGKAT. LAYAR PUTIH DIRENTANGKAN DI DEPAN SET SATU ‑‑ PACAR. DI BELAKANGNYA LAMPION‑LAMPION. LAMPU DI TIANG LISTRIK MATI. SEKITAR GELAP. KELIHATAN SILUET PACAR.

PETUGAS (menerangkan riwayat hidup Pacar menurut versinya)

MULA‑MULA PACAR DIAM. KEMUDIAN MENGGELIAT MELEPASKAN DIRI, KEMUDIAN MENARI, KEMUDIAN MELEPASKAN PAKAIANNYA, TERUS MENARI, KEMUDIAN MELAKUKAN GERAKAN SENGGAMA DENGAN TIANG LISTRIK DENGAN CARA YANG BEGITU RUPA.

KORBAN    (menggeliat dan merintih)
Sudah ! Hentikan, hentikan, hentikan.......

DEDENGKOT         (menggeliat melepaskan tali pengikat dan beban yang lain sambil memprotes dengan gumam)

PETUGAS  (menerangkan terus riwayat hidup Pacar seenaknya)

DEDENGKOT BERHASIL MEMBEBASKAN DIRINYA. MENGAMBIL BANTAL DAN MELEMPARKAN LAYAR PUTIH.

PETUGAS YANG NGOMONG ITU MEMBUNYIKAN SEMPRITAN. DEDENGKOT MELOMPAT MENCEKIK LEHERNYA. PETUGAS LAIN PANIK, MEREKA MENANGKUP­KAN LAYAR DAN LAMPION‑LAMPION ITU KE TUBUH PACAR. PACAR CEPAT MERAIH LAYAR UNTUK MENUTUP TUBUHNYA. IA BERSANDAR DI TIANG LISTRIK SEMENTARA LAMPION‑LAMPION MENJAUHINYA. LAMPU DI TIANG LISTRIK MENYALA. PARA PETUGAS MEMBUNYIKAN SEMPRITAN DAN MENOLONG PETUGAS YANG DISERANG. DEDENGKOT DIRINGKUS. DEDENGKOT MELAWAN DENGAN PERKASA, DEDENGKOT LARI. PARA PETUGAS MEMBURU SAMBIL TERUS MENYEMPRIT DENGAN RIUH. SET TIGA JADI SUNYI SEMENTARA.

KEMUDIAN PARA TOPENG YANG BERTUMPUKAN MULAI BERGERAK SEPERTI ULAT‑ULAT, DENGAN LAMBAN TAPI NGOTOT. MEREKA BERGUMUL, ANGGOTA TUBUH MEREKA MASING‑MASING SEAKAN‑AKAN SALING BERTENTANGAN. MEREKA BERUSAHA UNTUK BANGKIT DENGAN SALING MENOPANG. SESEORANG BERHASIL TEGAK, TAPI TAK LAMA. MEREKA BERGUMUL LAGI, SAMBIL MENGELUARKAN ERANGAN YANG MESKIPUN LIRIH TAPI TERASA SAKIT.

KORBAN BERGERAK KARENA ERANGAN ITU, BANGKIT, MEMANDANG KE SEKITARNYA LALU TIANG LISTRIK PADAM. CAHAYA MENERANGI MUKA KORBAN. IA MEMANDANG KE ARAH TOPENG DAN MENCOBA BERBICARA. TANGAN DAN MULUTNYA REPOT TAPI TAK ADA SUARA . IA MENERANGKAN SESUATU. IA BICARA KE ARAH PARA TOPENG ‑‑ JUGA TAK BISA MENGELUARKAN SUARA. IA BICARA TERUS ENTAH KEPADA SIAPA UNTUK MENERANGKAN SESUATU. MESTINYA IA MENGERTI JUGA BAHWA IA TAK MAMPU MENGELUARKAN SUARA, TAPI LALU IA MENCOBA UNTUK BICARA. BERTAMBAH LAMA BERTAMBAH SERU.
DI KEJAUHAN TERDENGAR SUARA SEMPRITAN MENGUNTIT DEDENGKOT.


DAN SETERUSNYA...................................................

SELESAI


Pementasan harus seizin pengarang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar